SYARAT PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU - DOB
- UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH (PASAL 3, 4, 5, DAN 6),
Yaitu :
Pasal 4
(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan
dengan undang-undang
(2) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas ibukota, kewenanga menyelenggarakan
urusan pemerintahan penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan
DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat
daerah.
(3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian
daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah
atau lebih.
(4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 5
(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik
kewilayahan.
(2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi
meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan
menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur,
serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
(3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota
meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang
bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri
Dalam Negeri.
(4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor
yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi,
potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan,
keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
(5) Syarat fisik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk
pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan
kabupaten,dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota,
sarana, dan prasarana pemerintahan.
Pasal 6
(1) Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah
yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah.
(2) Penghapusan dan penggabungan daerah otonom dilakukan setelah melalui
proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(3) Pedoman evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
- PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DAERAH
SKEMA PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU
BERDASARKAN PP NO 78 TAHUN 2007
SYARAT PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU SESUAI
PP NOMOR 78 TAHUN 2007
- Syarat Administratif
a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang
persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota (dengan melampirkan Keputusan BPD
dan Keputusan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain dengan menapai 2/3 dari
jumlah BPD); mencakup :
1)
Persetujuan nama calon kabupaten/kota;
2)
Persetujuan lokasi calon kabupaten/kota;
3) Persetujuan pelepasan kecamatan menjadi
cakupan wilayah calon kabupaten/kota;
4) Persetujuan pemberian hibah untuk calon
kabupaten/kota (minimal 2 tahun berturut-turut sejak peresmiannya);
5)
Persetujuan pemberian dukungan dana untuk
pemilihan umum kepala daerah pertama kali di DOB;
6)
Persetujuan penyerahan kekayaan daerah berupa
barang bergerak dan tidak bergerak, personil, dokumen dan hutang piutang
kabupaten/kota untuk calon kabupaten/kota;
7) Persetujuan penyerahan sarana prasarana
perkantoran untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang berada
di wilayah DOB, dari kabupaten induk kepada kabupaten/kota baru. Aset lainnya
yang bukan untuk pelayanan publik dapat dilakukan dengan ganti rugi atau tukar
menukar;
8)
Penetapan lokasi ibukota kabupaten induk yang
baru apabila lokasi ibukota kabupaten induk menjadi cakupan wilayah
kabupaten/kota yang akan dibentuk.
b.
Keputusan bupati/walikota induk tentang
persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; mencakup :
1)
Persetujuan nama calon kabupaten/kota;
2)
Persetujuan lokasi calon kabupaten/kota;
3)
Persetujuan pelepasan kecamatan menjai cakupan
wilayah calon kabupaten/kota;
4)
Persetujuan pemberian hibah untuk calon
kabupaten/kota (minimal 2 tahun berturut-turut sejak peresmiannya);
5)
Persetujuan pemberian dukungan dana untuk
pemilihan umum kepala daerah untuk pertama kali di DOB;
6)
Persetujuan penyerahan kekayaan daerah berupa
barang bergerak dan tidak bergerak, personil dokumen dan hutang piutang
kabupaten/kota untuk calon DOB;
7)
Penetapan lokasi ibukota kabupaten induk yang
baru apabila lokasi ibukota kabupaten induk menjasi cakupan wilayah kabupaten/kota yang akan
dibentuk.
c.
Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan
pembentukan calon kabupaten/kota; mencakup :
1)
Persetujuan pemberian bantuan dana untuk calon
kabupaten/kota (minimal 2 tahun berturut-turut sejak peresmiannya);
2)
Persetujuan pemberian dukungan dana untuk
pemilihan umum kepala daerah pertama kali di kabupaten/kota;
3)
Persetujuan nama calon kabupaten/kota, cakupan
wilayah kabupaten/kota dan calon ibukota kabupaten/kota;
4)
Persetujuan pelepasan aset provinsi berupa
sarana perkantoran yang dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan publik di wilayah kabupaten/kota yang dibentuk. Aset lainnya yang
bukan untuk pelayanan publik dapat dilakukan pelepasan hak dengan ganti rugi
atau tukar menukar.
d.
Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan
calon kabupaten/kota; mencakup :
1)
Persetujuan pemberian bantuan dana untuk
mendukung penyelenggaraan pemerintahan calon kabupaten/kota (minimal 2 tahun
berturut-turut sejak peresmiannya);
2)
Persetujuan pemberian dukungan dana untuk
pemilihan umum kepala daerah pertama kali di kabupaten/kota baru;
3)
Persetujuan nama calon kabupaten/kota, cakupan
wilayah calon kabupaten/kota dan calon ibukota kabupaten/kota;
4)
Persetujuan memindahkan personil dari provinsi
dan berkoordinasi dengan pemerintah, gubernur dan bupati/walikota terhadap
personil di wilayah kerjanya yang akan dipindahkan ke kabupaten/kota yang baru
dibentuk.
e.
Rekomendasi Menteri
- Syarat Teknis
a.
Hasil kajian daerah, meliputi :
1)
Kemampuan ekonomi;
2)
Potensi daerah;
3)
Sosial budaya;
4)
Sosial politik;
5)
Kependudukan;
6)
Luas daerah;
7)
Pertahanan;
8)
Kemananan;
9)
Kemampuan keuangan;
10)
Tingkat kesejahteraan masyarakat;
11)
Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
b.
Buku kabupaten/kota dalam angka terbitan
terakhir untuk semua kabupaten/kota yang ada di wilayah provinsi;
c.
RPJM Kabupaten/Kota;
d.
Potensi masing-masing kecamatan/profil
kabupaten/kota;
e.
Monografi masing-masing kecamatan
- Syarat Fisik Kewilayahan
a.
Cakupan wilayah, meliputi :
1)
Pembentukan provinsi minimal 5 kabupaten/kota;
2)
Pembentukan kabupaten minimal 5 kecamatan;
3)
Pembentukan kota minimal 4 kecmatan.
b.
Peta wilayah dilengkapi dengan daftar nama
kecamtan dan desa/kelurahan yang menjadi cakupan calon kabupaten/kota serta
garis batas wilayah calon kabupaten/kota, nama wilayah kabupaten/kota di
provinsi lain dan provinsi yang sama, nama wilayah laut atau wilayah Negara
tetangga yang berbatasan langsung dengan calon kabupaten/kota;
c.
Peta wilayah dibuat berdasarkan kaidah
pemetaan yang difasilitasi oleh lembaga teknis (BAKOSURTANAL, Direktorat
Topografi TNI-AD untuk wilayah daratan, Dinas Hdro Oseanografi TNI-AL untuk
wilayah kepulauan);
d.
Peta wilayah kabupaten/kota dibuat sesuai
dengan kaidah pemetaan dari peta dasar nasional dengan skala 1:100.000 s/d
1:250.000 untu kkabupaten, dan skala antara 1:25.000 s/d 1:50.000 untuk kota.
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 78 TAHUN 2007
TENTANG
TATA CARA
PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
PENILAIAN SYARAT
TEKNIS
I.
FAKTOR DAN INDIKATOR DALAM RANGKA PEMBENTUKAN
DAERAH OTONOM BARU
FAKTOR
|
INDIKATOR
|
1.
Kependudukan
|
1.
Jumlah penduduk.
2.
Kepadatan penduduk.
|
2.
Kemampuan Ekonomi
|
3.
PDRB non migas perkapita.
4.
Pertumbuhan ekonomi.
5.
Kontribusi PDRB non migas.
|
3.
Potensi daerah
|
6.
Rasio bank dan lembaga keuangan non bank per.
10.000 penduduk.
7.
Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk.
8.
Rasio pasar per 10.000 penduduk
9.
Rasio sekolah SD per penduduk usia SD.
10. Rasio
sekolah SLTP per penduduk usia SLTP.
11. Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA.
12. Rasio
fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk.
13. Rasio
tenaga medis per 10.000 penduduk.
14. Persentase
rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor
atau kapal motor.
15. Persentase
pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga.
16. Rasio
panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor.
17. Persentase
pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke
atas.
18. Persentase
pekerja yang berpendidikan minimal S-1
terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas.
19. Rasio
pegawai negeri sipil terhadap penduduk.
|
4.
Kemampuan Keuangan
|
20. Jumlah
PDS.
21. Rasio
PDS terhadap jumlah penduduk.
22. Rasio
PDS terhadap PDRB non migas.
|
5.
Sosial Budaya
|
23. Rasio
sarana peribadatan per 10,000 penduduk.
24. Rasio
fasilitas lapangan olahraga per 10.000 penduduk.
25. Jumlah
balai pertemuan.
|
6.
Sosial Politik
|
26. Rasio
penduduk yang ikut pemilu legislatif penduduk yang mempunyai hak pilih.
27. Jumlah
organisasi kemasyarakatan.
|
7.
Luas Daerah
|
28. Luas
wilayah keseluruhan.
29. Luas
wilayah, efektif yang dapat dimanfaatkan
|
8.
Pertahanan
|
30. Rasio
jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah.
31. Karakteristik
wilayah, dilihat dari sudut pandang pertahanan.
|
9.
Keamanan
|
32. Rasio
jumlah personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk.
|
10. Tingkat
Kesejahteraan masyarakat
|
33. Indeks
Pembangunan Manusia.
|
11. Rentang
Kendali
|
34.
Rata-rata
jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi atau
kabupaten/kota)
35. Rata-rata waktu perjalanan dari kabupaten/kota
atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi atau kabupaten / kota).
|
II.
DEFINISI INDIKATOR
1. Indikator:
Suatu parameter atau suatu nilai
yang diturunkan dari faktor yang memberikan informasi tentang keadaan dari
suatu fenomena/lingkungan/wilayah, dengan signifikansi dari indikator tersebut
berhubungan secara langsung dengan nilai parameter. Indikator ini dihitung
untuk penyusunan indeks komposit pembentukan/penghapusan dan penggabungan
daerah otonom harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : (1) data tersedia,
(2) mudah dihitung, (3) relevan, (4) terukur dan reliabel.
2.
Jumlah penduduk
Penduduk adalah Warga Negara
Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3.
Kepadatan Penduduk
Rasio antara jumlah penduduk
dengan luas wilayah efektif.
4.
PDRB:
Jumlah nilai tambah bruto seluruh
sektor kegiatan ekonomi yang terjadi/muncul di suatu daerah pada periode
tertentu.
5.
PDRB non migas per kapita:
Nilai PDRB non migas atas dasar harga
berlaku dibagi jumlah penduduk di suatu daerah.
6.
Pertumbuhan Ekonomi:
Pertumbuhan nilai PDRB non migas
atas dasar harga konstan dari suatu periode/tahun terhadap periode/tahun
sebelumnya.
7.
Kontribusi PDRB non migas:
Persentase PDRB non migas
kabupaten/kota terhadap PDRB non migas provinsi dan atau persentase PDRB non
migas provinsi terhadap PDB nasional.
8.
Potensi Daerah:
Potensi fisik dan non fisik dari
suatu daerah/wilayah seperti penduduk, sumber daya buatan dan sumber daya
sosial. Untuk keperluan otonomi daerah, potensi daerah yang dapat diukur saja
(tangible) dimasukkan dalam indikator tersedia.
9.
Bank:
Badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
10. Lembaga
Keuangan Non Bank:
Badan usaha selain bank, meliputi
asuransi, pegadaian, dan koperasi.
11. Kelompok
Pertokoan:
Sejumlah toko yang terdiri dari
paling sedikit ada 10 toko dan mengelompok. Dalam satu kelompok pertokoan
bangunan fisiknya dapat lebih dari satu.
12. Pasar:
Prasarana fisik yang khusus
dibangun untuk tempat pertemuan antara penjual dan- pembeli baring dan jasa,
biasanya aktivitasnya rutin dilakukan setiap hari.
13. Fasilitas
Kesehatan:
Tempat pemeriksaan dan perawatan
kesehatan, berada di bawah pengawasan dokter/tenaga medis, yang biasanya
dilengkapi dengan fasilitas rawat inap, dan klinik.
14. Tenaga
medis:
Dokter, mantri kesehatan/perawat,
dan sejenisnya, tidak termasuk bidan,
yang dapat memberikan pengobatan baik yang buka praktek maupun tidak.
15. Kendaraan
bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor:
Alat untuk mengangkut orang
seperti bemo, bajaj dan motor, mobil, perahu/jukung baik yang menggunakan
tenaga penggerak motor tempel atau tidak. Perahu motor menggunakan motor
penggerak dipasang tidak permanen maupun kapal yang menggunakan motor sebagai
tenaga penggerak, motor dipasang secara permanen di dalamnya.
16. Pelanggan
listrik:
Rumah tangga yang menggunakan
listrik PLN dan non PLN sebagai alat penerangan rumah.
17. Pengguna
air bersih:
Rumah tangga yang menggunakan air
bersih, khususnya untuk kebutuhan air minum.
18. Pendapatan
Daerah Sendiri:
Seluruh penerimaan daerah yang
berasal dari pendapatan asli daerah, bagi basil pajak, bagi hasil sumber daya
alam dan penerimaan dari bagi basil provinsi (untuk pembentukan
kabupaten/kota);
19. Sarana
Peribadatan:
Bangunan yang digunakan sebagai
tempat melakukan peribadatan sesuai dengan agama yang dianut.
20. Fasilitas
lapangan olah raga:
Tempat (fasilitas) yang digunakan
untuk melakukan aktivitas olah raga baik di ruangan terbuka maupun ruangan
tertutup (seperti lapangan sepak bola, bola voli, bulu tangkis, dan kolam
renang).
21. Balai
Pertemuan:
Tempat (gedung) yang digunakan
untuk pertemuan masyarakat melakukan berbagai kegiatan interaksi sosial.
22. Penduduk
yang ikut Pemilu:
Penduduk yang menggunakan hak
pilihnya sesuai dengan UU Pemilu.
23. Organisasi
Kemasyarakatan:
Organisasi masyarakat yang
mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial dan kemasyarakatan.
24. Luas
Daerah/Wilayah Keseluruhan:
Luas daratan ditambah luas 4 mil
laut dari pantai untuk kabupaten/kota atau 4 sampai dengan 12 mil laut dari
pantai untuk provinsi.
25. Wilayah
efektif yang dapat dimanfaatkan:
Wilayah yang dapat dimanfaatkan
untuk kawasan budi daya di luar kawasan lindung.
26. Personil
Aparat Pertahanan:
Aparat pertahanan adalah anggota
TNI-AD, TNI-AL, dan TNI-AU yang menjadi anggota satuan organik TNI di wilayah
calon daerah otonom.
27. Karakteristik
Wilayah:
Adalah ciri wilayah yang ditunjukkan
oleh hamparan permukaan fisik calon daerah otonom (berupa daratan, atau daratan
dan pantai/laut, atau kepulauan), dan posisi calon daerah otonom (berbatasan dengan
negara lain atau tidak berbatasan dengan negara lain).
28. Rentang
kendali:
Jarak rata-rata kabupaten/kota
atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten),
dan rata-rata lama waktu perjalanan dari kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat
pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten).
29. Indeks
Pembangunan Manusia.
Merupakan indeks komposit yang
dapat digunakan sebagai alat ukur untuk melihat taraf hidup (kemajuan)
masyarakat.
III.
CARA PENGHITUNGAN INDIKATOR
1.
Jumlah Penduduk
Semua orang yang berdomisili di
suatu daerah selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang
dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap.
2.
Kepadatan Penduduk:
Jumlah penduduk dibagi luas
wilayah efektif.
3.
PDRB non migas perkapita:
Nilai PDRB non migas atas dasar
harga berlaku dibagi jumlah penduduk.
4.
Pertumbuhan ekonomi:
Nilai besaran PDRB non migas atas
dasar harga konstan tahun ke-1 dikurangi nilai PDRB non migas atas dasar harga
konstan tahun ke-1 dibagi nilai PDRB non migas atas dasar harga konstan tahun
ke-1 dikalikan 100.
5.
Kontribusi PDRB non migas:
Untuk provinsi adalah nilai PDRB
non migas provinsi atas dasar harga berlaku suatu daerah dibagi PDRB non migas
nasional atas dasar harga berlaku dikalikan 100.
Untuk kabupaten/kota adalah nilai
PDRB non migas kabupaten atas dasar harga berlaku suatu daerah dibagi PDRB non
migas provinsi atas dasar harga berlaku dikalikan 100.
6.
Rasio Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank per
10.000 penduduk:
Jumlah Bank dan Non Bank dibagi
jumlah penduduk dikali 10.000.
7.
Rasio kelompok pertokoan/toko per 10.000
penduduk:
Jumlah kelompok pertokoan/toko
dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
8.
Rasio Pasar per 10.000 penduduk:
Jumlah pasar dibagi jumlah
penduduk dikali 10.000.
9.
Rasio sekolah SD per penduduk usia SD:
Jumlah sekolah SD dibagi jumlah
penduduk usia 7-12 tahun.
10. Rasio
sekolah SLTP per penduduk usia SLTP:
Jumlah Sekolah SLTP dibagi jumlah
penduduk usia 13-15 tahun.
11. Rasio
sekolah SLTA per penduduk usia SLTA:
Jumlah sekolah SLTA dibagi jumlah
penduduk usia 16-18 tahun.
12. Rasio
fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk:
Jumlah rumah sakit, rumah sakit
bersalin, poliklinik baik negeri maupun swasta dibagi jumlah penduduk dikali
10.000.
13. Rasio
tenaga medis per 10.000 penduduk:
Jumlah dokter, perawat, dan menteri
kesehatan dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
14. Persentase
rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor
atau kapal motor:
Jumlah rumah tangga yang mempunyai
kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor dibagi dengan
jumlah rumah tangga dikali 100.
15. Persentase
pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga:
Jumlah rumah tangga yang menggunakan
listrik PLN dan Non PLN dibagi jumlah rumah tangga dikali 100.
16. Rasio
panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor:
Jumlah panjang jalan dibagi jumlah
kendaraan bermotor.
17. Persentase
pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke
atas:
Jumlah pekerja yang berpendidikan SLTA
dibagi jumlah penduduk usia 18 tahun dikali 100.
18. Persentase
pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas:
Jumlah pekerja yang berpendidikan
S-1 dibagi jumlah penduduk usia 25 tahun dikali 100.
19. Rasio
Pegawai Negeri Sipil terhadap 10.000 penduduk:
Jumlah PNS Gol I/II/III/IV dibagi
jumlah penduduk dikalikan 10.000.
20. Jumlah
Pendapatan Daerah Sendiri (PDS):
Seluruh penerimaan daerah yang
berasal dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak, bagi hasil sumber daya
alam dan penerimaan dari bagi hasil provinsi (untuk pembentukan
kabupaten/kota).
21. Jumlah
penerimaan PDS terhadap Jumlah Penduduk:
Jumlah penerimaan PDS dibagi
dengan jumlah penduduk.
22. Jumlah
penerimaan PDS terhadap PDRB non migas:
Jumlah penerimaan PDS dibagi
dengan jumlah PDRB non migas.
23. Rasio
sarana Peribadatan per 10.000 penduduk:
Jumlah masjid, gereja, pura,
wihara dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
24. Rasio
fasilitas lapangan olah raga per 10.000 penduduk:
Jumlah lapangan bulu tangkis,
sepak bola, bola volly, dan kolam renang dibagi jumlah penduduk dikali 10.000.
25. Jumlah
Balai Pertemuan:
Jumlah gedung yang digunakan untuk
pertemuan masyarakat melakukan berbagai kegiatan interaksi sosial.
26. Rasio
Penduduk yang ikut Pemilu legislatif terhadap Penduduk yang mempunyai hak
pilih:
Jumlah penduduk usia yang
mencoblos saat pemilu legislatif dibagi jumlah penduduk usia 17 tahun ke atas
atau sudah kawin.
27. Jumlah
Organisasi Kemasyarakatan:
Jumlah organisasi kemasyarakatan yang
terdaftar.
28. Luas
wilayah keseluruhan:
Jumlah luas daratan ditambah luas
lautan.
29. Luas
wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan:
Jumlah luas wilayah yang dapat
digunakan untuk permukiman dan industri.
30. Rasio
jumlah Personil Aparat pertahanan terhadap luas wilayah:
Jumlah personil aparat pertahanan
dibandingkan dengan luas wilayah.
31. Karakteristik
Wilayah:
Ciri wilayah yang ditinjau dari
sudut pandang pertahanan, pemberian nilai tergantung kepada hamparan fisik dan
posisi calon daerah otonom. Tingkatan penilaian calon daerah otonom dimulai
dari nilai tertinggi dengan urutan sebagai berikut:
a.
Berbatasan dengan negara lain, hamparan fisik
wilayah berupa kepulauan.
b.
Berbatasan dengan negara lain, hamparan fisik
wilayah berupa daratan dan pantai.
c.
Berbatasan dengan negara lain, hamparan fisik
wilayah berupa daratan.
d.
Tidak berbatasan dengan negara lain, hamparan
fisik wilayah berupa kepulauan, daratan dan pantai, atau daratan.
32. Rasio
personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk:
Jumlah personil aparat keamanan
dibagi jumlah penduduk dikali 10.000,
33. Indeks
Pembangunan Manusia:
Dengan melihat tiga aspek
kehidupan manusia, yaitu: usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan
standar hidup layak (decent living). Usia hidup diukur dengan AHH (Angka
Harapan Hidup) yang secara teknis dihitung dengan metode tidak langsung
berdasarkan rata-rata Anak Lahir Hidup (ALH) dan rata-rata anak yang masih
hidup.
Pengetahuan diukur dengan Angka
Melek Huruf (AMH) dan RLS (Rata-rata Lama Sekolah) dari penduduk usia 15 tahun
ke atas. AMII dihitung dari kemampuan membaca dan menulis, sedangkan RLS
dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan yakni jenjang
pendidikan tertinggi yang pernah/sedang diduduki di tingkat/kelas yang
pernah/sedang diduduki. Standar layak hidup diukur dengan indikator rata-rata
konsumsi riel yang telah disesuaikan.
34. Rata-rata
jarak kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi
atau ibukota kabupaten):
Jumlah jarak dari kabupaten/kota
atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten)
dibagi jumlah kabupaten/kota atau kecamatan.
35. Rata-rata
waktu perjalanan dari kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan:
Jumlah waktu perjalanan dari
kabupaten/kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi atau
kabupaten/kota) dibagi jumlah kabupaten/kota atau kecamatan.
IV.
METODE PENILAIAN
1.
Penilaian yang digunakan adalah sistem skoring,
untuk pembentukan daerah otonom baru terdiri dari 2 macam metode yaitu: (1)
Metode Rata-rata, dan (2) Metode Kuota.
2.
Metode rata-rata adalah metode yang
membandingkan besaran/nilai tiap calon daerah dan daerah induk terhadap
besaran/nilai rata-rata keseluruhan daerah di sekitarnya.
3.
Metode Kuota adalah metode yang menggunakan
angka tertentu sebagai kuota penentuan skoring baik terhadap calon daerah
maupun daerah induk.
Kuota jumlah penduduk provinsi
untuk pembentukan provinsi adalah 5 kali rata-rata jumlah penduduk
kabupaten/kota di provinsi-provinsi sekitarnya.
Kuota jumlah penduduk kabupaten
untuk pembentukan kabupaten adalah 5 kali rata-rata jumlah penduduk kecamatan
seluruh kabupaten di provinsi yang bersangkutan.
Kuota jumlah penduduk kota untuk
pembentukan kota adalah 4 kali rata-rata jumlah penduduk kecamatan kota-kota di
provinsi yang bersangkutan dan sekitarnya.
Semakin besar perolehan
besaran/nilai calon daerah dan daerah induk (apabila dimekarkan) terhadap kuota
pembentukan daerah, maka semakin besar skornya.
4.
Dalam hal terdapat beberapa faktor yang memiliki
karakteristik tersendiri maka penilaian teknis dimaksud dilengkapi dengan
penilaian secara kualitatif.
5.
Pemberian skor untuk pembentukan provinsi
menggunakan Pembanding Provinsi, pembentukan kabupaten menggunakan Pembanding
Kabupaten dan pembentukan kota menggunakan Pembanding Kota.
6.
Pembanding Provinsi adalah provinsi-provinsi
sesuai dengan letak geografis, yaitu:
a.
Jawa dan Bali;
b.
Sumatera;
c.
Sulawesi;
d.
Kalimantan;
e.
Nusa Tenggara;
f.
Maluku; dan
g.
Papua.
7.
Pembanding Kabupaten adalah kabupaten-kabupaten
di provinsi yang bersangkutan.
8.
Pembanding Kota adalah kota-kota sejenis (tidak
termasuk kota yang menjadi ibukota provinsi) di provinsi yang bersangkutan dan
atau provinsi di sekitarnya minimal 3 (tiga) kota.
9.
Dalam hal menentukan pembanding provinsi,
pembanding kabupaten dan pembanding kota terdapat provinsi, kabupaten dan kota
yang memiliki besaran/nilai indikator yang sangat berbeda (di atas 5 kali dari
besaran/nilai terendah), maka besaran/nilai tersebut tidak diperhitungkan.
10. Setiap
indikator mempunyai skor dengan skala 1-5, dimana skor 5 masuk dalam kategori
sangat mampu, skor 4 kategori mampu, skor 3 kategori kurang mampu, skor 2
kategori tidak mampu dan skor 1 kategori sangat tidak mampu.
11. Besaran/nilai
rata-rata pembanding dan besaran jumlah kuota sebagai dasar untuk pemberian
skor. Pemberian skor 5 apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau sama
dengan 80% besaran/nilai rata-rata, pemberian skor 4 apabila besaran/nilai
indikator lebih besar atau sama dengan 60% besaran/nilai rata-rata, pemberian
skor 3 apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau sama dengan 40%
besaran/nilai rata-rata, pemberian skor 2 apabila besaran/nilai indikator lebih
besar atau sama dengan 20% besaran/nilai rata-rata, pemberian skor 1 apabila
besaran/nilai indikator kurang dari 20% besaran/nilai rata-rata.
V.
PEMBOBOTAN
Setiap faktor dan indikator mempunyai
bobot yang berbeda-beda sesuai dengan perannya dalam pembentukan daerah otonom.
1.
Bobot untuk masing-masing faktor dan indikator
NO
|
FAKTOR DAN
INDIKATOR
|
BOBOT
|
1
|
Kependudukan
|
20
|
1.
Jumlah penduduk.
2.
Kepadatan penduduk.
|
15
5
|
|
2
|
Kemampuan Ekonomi
|
15
|
1.
PDRB non migas perkapita.
2.
Pertumbuhan ekonomi.
3.
Kontribusi PDRB non migas.
|
5
5
5
|
|
3
|
Potensi daerah
|
15
|
1.
Rasio bank dan lembaga keuangan non bank per
10.000 penduduk.
|
2
|
|
2.
Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk.
|
1
|
|
3.
Rasio pasar per 10.000 penduduk
|
1
|
|
4.
Rasio sekolah SD per penduduk usia SD.
|
1
|
|
5.
Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP.
|
1
|
|
6.
Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA.
|
1
|
|
7.
Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk.
|
1
|
|
8.
Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk.
|
1
|
|
9.
Persentase rumah tangga yang mempunyai
kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor.
|
1
|
|
10. Persentase
pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga.
|
1
|
|
11. Rasio
panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor.
|
1
|
|
12. Persentase pekerja yang berpendidikan
minimal SLTA terhadap penduduk usia 18
tahun ke atas.
|
1
|
|
13. Persentase
pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke
atas.
|
1
|
|
14. Rasio
pegawai negeri sipil terhadap penduduk.
|
1
|
|
4
|
Kemampuan Keuangan
|
15
|
1.
Jumlah PDS.
|
5
|
|
2.
Rasio PDS terhadap jumlah penduduk.
|
5
|
|
3.
Rasio PDS terhadap PDRB non migas.
|
5
|
|
5
|
Sosial Budaya
|
5
|
1.
Rasio sarana peribadatan per 10,000 penduduk.
|
2
|
|
2.
Rasio fasilitas lapangan olahraga per 10.000
penduduk.
|
2
|
|
3.
Jumlah balai pertemuan.
|
1
|
|
6
|
Sosial Politik
|
5
|
1.
Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif
penduduk yang mempunyai hak pilih.
|
3
|
|
2.
Jumlah organisasi kemasyarakatan,
|
2
|
|
7
|
Luas Daerah
|
5
|
1.
Luas wilayah keseluruhan
|
2
|
|
2.
Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan.
|
3
|
|
8
|
Pertahanan
|
5
|
1.
Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap
luas wilayah
|
3
|
|
2.
Karakteristik wilayah, dilihat dari sudut
pandang pertahanan.
|
2
|
|
9
|
Keamanan
|
5
|
1.
Rasio jumlah personil aparat keamanan terhadap
jumlah penduduk.
|
5
|
|
10
|
Tingkat Kesejahteraan masyarakat
|
5
|
1.
Indeks pembangunan manusia
|
5
|
|
11
|
Rentang Kendali
|
5
|
1.
Rata-rata jarak kabupaten/kota atau kecamatan
pusat pemerintahan (provinsi atau kabupaten/kota),
|
2
|
|
2.
Rata-rata waktu perjalanan dari kabupaten/kota
atau kecamatan ke pusat pemerintahan (provinsi atau kabupaten / kota).
|
3
|
|
TOTAL
|
100
|
2.
Nilai indikator adalah hasil perkalian skor dan
bobot masing-masing indikator. Kelulusan ditentukan oleh total nilai seluruh
indikator dengan kategori:
Kategori
|
Total Nilai
Seluruh Indikator
|
Keterangan
|
||
Sangat Mampu
|
420
|
s/d
|
500
|
rekomendasi
|
Mampu
|
340
|
s/d
|
419
|
rekomendasi
|
Kurang Mampu
|
260
|
s/d
|
339
|
Ditolak
|
Tidak Mampu
|
180
|
s/d
|
259
|
Ditolak
|
Sangat Tidak Mampu
|
100
|
s/d
|
179
|
Ditolak
|
3.
Suatu calon daerah otonom d'irckornendasikan
menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah otonom dan daerah induknya
(setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori
sangat mampu (420-500) atau mampu (340-419) serta perolehan total nilai
indikator faktor kependudukan (80-100), faktor kemampuan ekonomi (60-75),
faktor potensi daerah (60-75) dan faktor kemampuan keuangan (60-75).
Usulan pembentukan
daerah otonom baru ditolak apabila calon daerah otonom atau daerah induknya
(setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori
kurang mampu, tidak mampu dan sangat tidak mampu dalam menyelenggarakan otonomi
daerah, atau perolehan total nilai indikator faktor kependudukan kurang dari 80
atau faktor kemampuan ekonomi kurang dari 60, atau faktor potensi daerah kurang
dari 60, atau faktor kemampuan keuangan kurang dari 60.
Terima kasih, sangat bermanfaat sebagai pengetahuan dasar
BalasHapusTerima kasih untuk informasinya
BalasHapusTerima kasih untuk informasinya
BalasHapusSangat berguna...
BalasHapusTerimmaksih. .
Makasih bnyak gan
BalasHapus