Tematik Adat Kabaena
dokumen pdf
“Petakan Wilayah Adatmu, Sebelum Dipetakan Orang Lain”
Masyarakat adat harus memetakan wilayah adat mereka sendiri dan
mereka harus menjadi aktor utama dalam setiap proses pemetaan, karena hanya
mereka yang punya pengetahuan mendalam mengenai ruang hidupnya. Masyarakat adat
yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai wilayah adatnya, sehingga hanya
mereka yang mampu membuat peta secara detail dan akurat mengenai sejarah,
tataguna lahan, pandangan hidup atau harapan untuk masa depan.
Peta potensi adat kabaena menggambarkan tentang sejarah perkembangan wilayah Pulau Kabaena yang awalnya terdapat tiga wilayah masing-masing adalah Batu Sangia, Sangia Wita dan Wumbu Rano sebagai pusat pemukiman awal, lalu berkembang lagi pemukiman dengan lahirnya Wonua Tirongkotua dan Wumbu Ntoli-Toli. Nama pulau kemudian ditetapkan adalah Kotu’a. Pusat ibukota pemeritahan di Ee Mpu’u dan Makam tua di La'ohama yang terdapat pada batas wilayah Desa Tangkeno dan Tirongkotua serta makam tua di Pedoomi antara Teomokole dan Olondoro serta keberadaan situs benteng untuk perlindungan dan pertahanan kini menjadi situs sejarah penanda pusat budaya masa lampau kabaena. Sejarah adat kabaena kemudian berkembang seiring pertambahan jumlah penduduk dan system pemerintahan yang semakin maju dengan mulai dibangun pusat pemukiman baru membentuk kampung-kampung tua awal untuk mendukung jalannya pemerintahan adat kamokolean seperti pusat pemerintahan di tangkeno, kotu’a dan lengora sebagai wilayah pusat penyelenggaraan pemerintahan (eksekutif) dan kampung-kampung syara sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan dewan adat (legislative)
a) Peta Tematik Adat Kabaena
a.
Peta Tematik Wilayah Adat.
Peta
tematik ini berisi informasi mengenai :
•
Batas wilayah adat
•
Bentang alam
•
Tempat-tempat penting
b.
Peta Tematik Penggunaan Lahan (Land
Use) Wilayah Adat.
Peta
tematik ini berisi informasi mengenai :
•
Batas wilayah adat
•
Penggunaan lahan (Land Use)
Keterangan
dari Informasi pada peta tematik batas wilayah adat :
•
Merupakan batas kesepakatan berdasarkan
sejarah/batas sosial
•
Nama-nama tempat dalam batas wilayah
adat harus dicantumkan
•
Batas wilayah adat bisa berupa tubuh air,
tanda alam atau juga bisa tanda buatan
•
Bentuknya bisa garis, titik, atau areal/polygon

Batas
Wilayah Adat
Tubuh Air |
Tanda
Alam |
Tanda
Buatan |
§ Sungai : orde diselaraskan dengan skala (sungai
utama, anak sungai) § Danau/telaga/waduk/dam/situ/laut+garis pantai |
§ Gunung dan bukit (puncak,pegunungan,lembah) § Air terjun § Mata air § Tebing/jurang § Terumbu karang § Delta (tanah timbul) § Palung § Teluk § Tanjung § Gusung § Bentukan alam lain |
§ Jalan § Kanal/parit § Tanaman/pohon khusus/wanatani-agroforestry ⁻ Tembawang (kalimantan barat) ⁻ Tombak-haminjon-kemenjan ⁻ Simpkng (Kalimantan timur) ⁻ Repong (lampung) ⁻ Kebun talun(jawa barat) § Tugu/pal/monument/prasasti § Makam § Bangunan § Pola ruang kelola (kampung,hutan,lahan budidaya) |
b)
Identifikasi Wilayah Adat
Identifikasi
Wilayah Adat bertujuan untuk mengidentifikasi apakah wilayah tersebut
merupakan komunitas adat atau bukan dengan menggali informasi mengenai sejarah,
sistem kelembagaan adat, hukum adat,
kondisi sosial budaya serta tenurial (potensi dan ancaman).

Sejarah keadatan kabaena masa lampau dapat dilihat pada jejak sejarah struktur pemerintahan adat kamokole’a khususnya dimasa pemerintahan mokole Lanota (1727-1781) telah dibentuk jabatan-jabatan adat kamokolean yang membawahi dan mengkoordinasi wilayah tobu/kadie/limbo a.l:
a.
Syara (Lembaga Adat)
Mengkoordinir
Sembilan wilayah yang bertanggungjawab pada mokole.
1.
Enano 2.
Watumponu/Manuru 3.
Tapuhaka 4.
Dongkala 5.
Talaga Kecil |
6.
Talaga Besar 7.
Kokoe 8.
Sagori 9.
Pongkalaero |
b.
Mokole (Raja)
Mengkoordinir
Tujuh wilayah yaitu :
1.
Baruga 2.
Rahadopi 3.
Poo 4.
Rahampuu |
5.
Reteno 6.
Emokole 7.
Langkema
|
c.
Mangkuta Ala (Perdana Menteri)
Sapati
yang mengkoordinir lima wilayah yaitu :
1.
Lengora 2.
Tedubara 3.
Lamonggi |
4.
Pising 5.
Baliara |
d.
Kapita
Panglima kerajaan
bertanggungjawab kepada mokole yang bertugas untuk menjaga ketahanan ibukota
kerajaan mengkoordinir satu wilayah yaitu :
1.
Balo
e.
Pu’uno Adati
Pu’uno Adati adalah
tokoh adat yang bertugas menjalankan hokum dan perundang-undangan kerajaan berkedudukan
di wilayah :
1.
Rahadopi
f.
Imamu Lompo
Beberapa jenis benteng
itu antara lain :
1.
Pagger: merupakan bentuk sederhana sebuah benteng yang hanya dilengkapi dengan
pagar kayu keliling;
2.
Battery/beukery: bangunan pertahanan kecil yang berdiri sendiri untuk menempatkan
sejumlah meriam atau senjata, pada umumnya berbentuk setengah lingkaran dan
persegi empat dengan ukuran ± 4 x 4 meter dengan tinggi 4 meter;
1)
Redoute: kubu pertahanan yang berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan
battery, yaitu ± 8 hingga 10 meter, berbentuk persegi untuk menempatkan meriam.
umumnya
memiliki ukuran dan luas bangunan yang kecil berfungsi sebagai pos pengawas Jenis ini dapat dikembangkan menjadi benteng yang lengkap.
2)
Pillbox ; Suatu bangunan pertahanan yang berfungsi sebagai pos
jaga dan terbuat dari beton. Biasanya dilengkapi dengan lubang seperti
jendela kecil untuk menembak. Bentuknya ada yang heksagonal, segi empat,
silinder, dan zigzag.
3)
Blokhuis: bangunan yang pada awalnya lebih difungsikan sebagai gudang, pada
umumnya berbentuk persegi, terbuat dari kayu, dan batu atau beton. Kemudian,
dapat dikembangkan sebagai benteng lengkap dengan adanya bastion, yang
berfungsi sebagai pos pertahanan;
4)
Klein Fort: bangunan pertahanan, umumnya berbentuk persegi, memiliki bastion
(sudut yang menjorok keluar, berbentuk segitiga atau melingkar). Jenis ini
memiliki ukuran lebih besar dibanding redoute, dan memiliki berbagai bangunan
yang difungsikan sebagai kantor, maupun gudang. Namun, jenis ini lebih
mengutamakan fungsi pertahanan dengan adanya bastion.
No |
Nama
Benteng |
Lokasi |
Kondisi
Benteng |
Jenis |
1 |
Benteng Tuntuntari |
Desa
Tangkeno |
Relatif Utuh |
Klein
Fort |
2 |
Benteng
Tawulagi |
Desa Tangkeno |
Relatif Utuh |
Redoute |
3 |
Benteng
Ewolangka |
Desa
Tangkeno |
Tinggal Puing |
Redoute |
4 |
Benteng Tondowatu |
Desa Tangkeno |
Tinggal Puing |
Redoute |
5 |
Benteng
Doule |
Desa
Tangkeno |
Tinggal Puing |
Redoute |
6 |
Benteng
Matarapa |
Desa Rahadopi |
Struktur Lepas |
Redoute |
7 |
Benteng Olongkontara |
Desa Tirongkotua |
Tinggal Puing |
Redoute |
8 |
Benteng
Watuboru |
Desa
Tirongkotua |
Tinggal Puing |
Redoute |
9 |
Benteng Ulelotu |
Desa Tirongkotua |
Tinggal Puing |
Redoute |
10 |
Benteng
Tondohonde |
Desa
Tirongkotua |
Tinggal Puing |
Redoute |
11 |
Benteng
Lomiuano E'e |
Desa Tirongkotua |
Tinggal Puing |
Battery/beukery |
12 |
Benteng
Buro/Watumponu |
Desa Ulungkura |
Tinggal Puing |
Redoute |
13 |
Benteng Sabeka |
Desa Ulungkura |
Tinggal Puing |
Redoute |
14 |
Benteng
Sampa Anta |
Desa
Ulungkura |
Tinggal Puing |
Redoute |
15 |
Benteng Kabohu |
Desa Ulungkura |
Tinggal Puing |
Redoute |
16 |
Benteng
Laaradi |
Desa
Ulungkura |
Tinggal Puing |
Redoute |
17 |
Benteng Loiya |
Desa Batuawu |
Struktur Lepas |
Redoute |
18 |
Benteng
Olondoro |
Kampung
Olondoro |
Tinggal Puing |
Redoute |
19 |
Benteng Karambau |
Desa Tedubara |
Tinggal Puing |
Redoute |
20 |
Benteng
Liyano |
Desa
Pongkalaero |
Tinggal Puing |
Redoute |
21 |
Benteng Watu palangga |
Kel. Teomokole |
Tinggal Puing |
Redoute |
22 |
Benteng
Olo E'e |
Desa Emokolo |
Tinggal Puing |
Battery/beukery |
23 |
Benteng Pu’uwatu/Watu Laatu |
Kel. Teomokole |
Tinggal Puing |
Redoute |
24 |
Benteng
Watuburi |
Desa Lengora |
Tinggal Puing |
Redoute |
Hutan Adat
Dalam
tradisi masyarakat adat moronene-tokotua penamaan hutan secara lokal dikenal
dengan Inalahi, hutan kecil disebut Olobu, padang rumput disebut Tana
lapa/Luwuno, perkebunan disebut Uma, perladangan disebut Kura.
Klasifikasi penamaan hutan bagi masyarakat adat Moronene-Tokotua terdiri dari:
1. 1. Inalahi Pure
(Hutan Inti)
Masyarakat Adat Moronene-Tokotua
mengenal adanya wilayah yang dikeramatkan dan turun temurun areal tersebut
dilarang dikelola karena merupakan hutan alam primer yang tidak pernah dijamah
dan merupakan sumber mata air masyarakat adat Moronene-Tokotua, secara mitologi
diyakini sebagai tempat bersemayamnya makhluk halus. Hutan ini merupakan lokasi
upacara dan ritual moli wonua untuk meminta permisi masuk wilayah tersebut setiap
tahunnya oleh masyarakat adat Moronene-Daratan dan dirangkaikan dengan upacara
montewali wonua (pencucian kampung).
2. 2. Inalahi Popalia
(Hutan Larangan)
Inalahi popalia adalah hutan yang dikeramatkan
yang dipercaya sebagai tempat makhluk halus. Oleh karena kepercayaan itulah
inalahi popalia tersebut tidak pernah diganggu oleh manusia dari turun temurun
serta dalam inalahi popalia tersebut merupakan sumber mata air serta tempat
perlindungan segala jenis hewan.
3. 3. Ianalahi Kotoria
(Hutan Penyangga)
Inalahi kotoria adalah kelompok hutan
sejenis tempat tertentu yang pernah ditempati/diolah (arti pekampoa/waworaha)
baik untuk bercocok tanam maupun berburu dan meramu serta dijadikan tempat
penguburan para sangia (Mokole) pemimpin para ksatria. Tempat keramat tersebut
(kotoria) adalah tempat peristirahatan satwa karena dirasa aman dari gangguan
manusia, wilayah sebaran kotoria dapat dijumpai di beberapa daerah seperti
didaerah sampa-lakambula (cabang/pertemuan sungai-sungai).
4. 4. Inalahi Peuma
(Hutan Perkebunan)
Inalahi peuma merupakan hutan perkebunan
yang sewaktu-waktu dapat diolah oleh masyarakat untuk dijadikan kebun.
5. 5. Olobu
(Hutan Kecil)
Olobu adalah kelompok hutan kecil yang
ada di tengah padang dengan pepohonan yang jarang, satwa jarang dijumpai
dihutan tersebut dan kadang tidak dijumpai sama sekali.
6. 6. Kura (Perladangan)
Kura adalah lokasi bekas perkebunan
masyarakat yang pernah diolah kemudian ditinggalkan.
-
Kura Tangka merupakan bekas kebun/ladang
yang pernah diolah, kemudian pindah ke tempat yang baru. Tempat ini akan
dijadikan kebun setelah perpindahan telah dilakukan di beberapa tempat,
biasanya jangka waktu memanfaatkan kura tangka dilakukan selama lebih kurang 5
sampai 10 tahun atau tergantung dari kesuburan tanah.
-
Kura Ea adalah bekas kebun/ladang yang
pernah diolah sekitar 1 sampai 10 tahun kemudian ditinggalkan dengan hamparan
luas (lowo lue).
-
Kura Ate adalah bekas kebun yang pernah
diolah dengan hamparan kecil (lowo ote) kemudian ditinggalkan 1 sampai 5 tahun.
-
Kura Hinuarako adalah bekas kebun yang
pernah diolah dan baru tahap penanaman tiba-tiba pemilik kebun meninggal dengan
terpaksa kebun tersebut tidak dapat dilanjutkan dan jika padi tersebut sudah
terlanjur ditanam maka alasan tertentu padi tersebut tidak dijadikan bibit.
-
Kura Sailela adalah bekas kebun yang
pernah diolah baru tahap perintisan (umawu) atau penebangan kayu (monea)
tiba-tiba pemiliknya meninggal. Kebun tersebut harus ditinggalkan dan tidak
bisa ditanami.
-
Tinalui adalah kebun yang sudah ditanami
kemudian hasilnya dipanen kembali secara berturut-turut atau dua kali panen.
7. 7. Luweno
(Padang Savana)
8. 8. Bako
(Hutan Bakau)
9. 9. Beo
(Tambak Garam)
10. 10. Bolo
(Tambak Ikan Tradisional)
Setiap anggota masyarakat adat Moronene-Tokotua diberikan lahan oleh lembaga adat untuk digarap dan dimanfaatkan secara turun temurun. Lokasi dan luas lahan masing-masing anggota masyarakat adat ditentukan berdasarkan musyawarah adat. Lahan yang dimanfaatkan atau dikelola dapat diambil oleh lembaga adat dan diberikan hak kelolanya kepada masyarakat adat lainnya melalui musyawarah adat. Pengelolaan lahan dan pemanfaatan sumber daya alam di sekitarnya dilakukan secara tradisional berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya dan menjadi kebiasaan yang dianut dalam masyarakat.
Desa Adat
Undang
– undang tentang desa mengatur tentang lembaga adat desa. Keberadaan lembaga
tersebut di desa adat menjadi bagian tersendiri dalam memberikan peran dan
fungsinya dalam mengembangkan adat istiadat.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Pasal 95 :
1.
Pemerintah desa dan masyarakat desa
dapat membentuk lembaga adat desa.
2.
Lembaga adat desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan
menjadi bagian dari susunan asli desa yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa
masyarakat desa.
3.
Lembaga adat desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertugas membantu pemerintah desa dan sebagai mitra dalam
memberdayakan, melestarikan, dan mengembangkan adat istiadat sebagai wujud
pengakuan terhadap adat istiadat masyarakat desa.
Tematik Desa Adat Kabaena
Tematik |
Kampung/Desa/Kelurahan |
Kecamatan |
Keterangan |
Desa
Adat |
Desa Tangkeno |
Kabaena Tengah |
Istana Tangkeno & Benteng |
Desa Rahadopi |
Kabaena |
Raha, Dewan Syara |
|
Desa Tirongkotua |
Kabaena |
Benteng |
|
Desa Teomokole |
Kabaena |
Benteng |
|
Kampung Olondoro |
Kabaena |
Istana Kotua & Benteng |
|
Desa Lengora |
Kabaena Tengah |
Istana Lengora |
|
Desa Enano |
Kabaena Tengah |
Dewan Syara |
|
Desa Balo |
Kabaena Timur |
Dewan Syara |
|
Desa Dongkala |
Kabaena Timur |
Astana Tapuhaka & Dewan Syara |
|
Desa Rahantari |
Kabaena Barat |
Raha |
|
Desa Tedubara |
Kabaena Utara |
Benteng |
|
Desa Ulungkura |
Kabaena Tengah |
Benteng |
Beberapa Kampung Tematik Adat Kabaena
Beberapa bentuk struktur rumah adat di kabaena
terdiri dari :
1. 1. Kampiri = rumah khas kabaena tidak memiliki banyak ruangan berlantai
dua (pea) yang digunakan sebagai
tempat menyimpan hasil panen, merupakan miniature seluruh bentuk rumah adat
kamokolean.
2. 2. Laica Ngkoa (Istana) = rumah khusus yang digunakan untuk raja (mokole)
3. 3. Raha (Graha) = rumah khusus di bangun untuk tempat tinggal keluarga bangsawan dan
pejabat kerajaan.
4. 4. Raha ‘Ea (Balai Adat) = balai adat tempat dewan syara da motu’a & limbo (perangkat kerajaan) melakukan
musyawarah & penobatan mokole (pohombunia mokole)
5. 5. Olompu (Rumah Kebun) = rumah yang dibangun di ladang atau
kebun oleh masyarakat kabaena sebagai tempat peristirahatan.
6. 6. Landa = rumah yang dibangun ditengah atau dipinggir kebun atau bagian
penghubung (selasar) rumah utama dan dapur. Rumah ini tidak ditinggali hanya
digunakan sebagai tempat penyimpanan dan pengolahan hasil pertanian, bentuk bangunannya
berbentuk panggung tidak memiliki dinding.
7. 7. Bantea = rumah yang dibangun untuk pengolahan hasil pertanian sampai
dengan selesai selama proses panen, memiliki dinding dapat digunakan sebagai tempat
peristirahatan antara lain ; Bantea Ponahua Gola, Bantea Mpogurua (Rumah Belajar).
Dalam hal penataan wilayah Kabaena juga telah memiliki rencana struktur ruang yang telah maju hal tersebut terlihat pada sistem penetapan lokasi dan fungsi ruang wilayah yang disusun menjadi 3 tingkatan:
1.
Tidano Wonua (Batas Wilayah Kota/Desa/Dusun).
2.
Wambano Wonua (Gerbang Kota/Desa).
Dimasa lampau Wambano Wonua dibangun benteng-benteng kecil di
atas bukit yg mengelilingi kota, sekarang gerbang kota/desa dibangun berupa
pintu gerbang.
3.
Gode-Gode (Rumah Peristrahatan).
Gode-gode adalah bangunan yang dibuat di tengah kota berfungsi sebagai rumah peristrahatan, biasa digunakan tempat kumpul bersama melakukan ronda kampung atau pada saat hendak ke pasar menjadi tempat berkumpul masyarakat untuk membawa barang dagangannya ecara bersama-sama menuju daoa/tadoha (pasar).
Kampung Tua Kabaena
Literature
: artikel, monograf, collection
1. https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/sulawesi/kabaena-kerajaan/sejarah-lengkap-kerajaan-kabaena
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Moronene
3. Aswar, (2015). Tradisi Kada
Sebagai Sumber Sejarah Pada Masyarakat Moronene
4. https://zonasultra.com/asal-usul-kabaena-dan-jejak-sejarah-kerajaan-kotua.html
5. Elbert, Johanes, (1911&1912).
“Die Sunda-Expedition des Vereins für Geographie und Statistik zu Frankfurt am
Main” Band I & II
6. https://febryaristian.wordpress.com/2018/01/18/kerajaan-moronene-kabaena-tokotua
7. http://yaminindas.com/2013/05/29/Ragam
Pesona Desa Tangkeno, Negeri di Awan
8. http://kabaena.info/luvuno tula-tula
tokotua
9. http://www.sultranesia.com/2015/08/ekspedisi-benteng-bersejarah-kabaena.html
10. Dr. Christian G.F de Jong,
(2017). A History of the Tolaki and the Tomoronene, Two Nation in South East
Celebes (Indonesia) until ca.1950
11. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, (1991). Peta suku bangsa di
Indonesia
0 Response to "Tematik Adat Kabaena"
Posting Komentar