Rumah Adat Kabaena
Kamis, 03 Mei 2018
Edit
KARAKTERISTIK RUMAH
ADAT KABAENA
BOMBANA – SULAWESI
TENGGARA
Pusat Studi Kabaena Centre
I. RUMAH ADAT TOKOTU’A - KABAENA
Penduduk asli yang mendiami pulau
Kabaena adalah suku Moronene yang merupakan penduduk yang tertua mendiami
jazirah Sulawesi Tenggara berdiam di sekitar sungai Lasolo, danau Towuti dan
dan Danau Matana(1).Suku
Moronene tergolong suku bangsa Proto Malayu (Melayu Tua) dari
zaman prasejarah atau zaman batu muda, kira-kira 2.000 tahun sebelum
Masehi(2). Nama asli
pulau Kabaena ialah Pu’uwonua artinya pusat awal pemukiman manusia suku
Moronene kemudian dalam perkembangannya menjadi To-Kotu’a, dalam
bahasa Moronene nama ini diambil untuk menunjukkan bahwa negeri ini
merupakan wilayah yang subur, daerah ini lalu disebut Kotu’a dari asal kata Katu’o (tempat memetik-panenan). Selanjutnya
nama kabaena kemudian mulai dikenal sejak zaman pangeran dari kabaena Manjawari
diangkat menjadi sapati kerajaan buton (hikayat tiga kesatria), kerajaan To-Kotu’a saat itu membangun kerjasama menjadi
anggota federasi kesultanan buton (opu/laki sambali) untuk bersama-sama menjaga
keamanan wilayah, To-Kotu’a oleh
orang buton disebut Kobaena, berasal dari kata Mokobaena (bahasa wolio), Bae
atau Pae artinya padi (beras). Jadi, Mokobaena berarti “pemilik beras/padi”(3).
Pada periode tersebut Mokole Kabaena
sering mengirim beras untuk sapati Manjawari setelah masa pesta panen (Mongkotu-Kokaaha
Ndondo Ua) untuk dibagikan kepada keluarga kerajaan & sejak saat
itu kabaena menjadi suplier beras untuk kesultanan berhubung wilayah ini
merupakan daerah yang subur dan makmur dimasa lalu(4).
Suku moronene di pulau kabaena,
memiliki kekhasan arsitektur yang
berbeda dengan suku moronene di wilayah daratan bombana. Namun kekhasan arsitektur
tersebut perlahan mulai memudar dan ditinggalkan. Orang-orang moronene di pulau
kabaena mulai mengadopsi bangunan-bangunan bergaya luar karena modernisasi yang tak terbendung.
Ditambah lagi sebagian besar wilayah sudah tersentuh oleh pengaruh silang
budaya dengan masyarakat yang heterogen terdiri beberapa suku. Melihat kondisi
tersebut, maka upaya pelestarian perlu diinisiasi. Dalam
perkembangannya rumah-rumah tradisional khas
tokotua-kabaena perlahan-lahan telah punah.
Maka perlu upaya pelestarian dengan didahului mengkaji karakteristiknya. Dengan
tersedianya dokumen kajian tersebut, maka seterusnya dapat dilanjutkan ke program
& langkah berikutnya untuk mempertahankan karakter bangunan dan
arsitekturalnya, sehingga tidak meninggalkan kekhasan lokal sebagai bagian dari
spirit of place dan identitas masyarakat
kabaena, yakni menjadi benang merah yang menghubungkan masa lalu, masa
sekarang, dan masa depan. Pengkajian ini dilakukan dalam rangka mendapatkan
klasifikasi arsitektur melalui sifat atau ciri bangunan melalui metode
kualitatif dengan pendekatan etnografi.
II. KARAKTERISTIK
BANGUNAN
Karakteristik
bangunan adalah sebuah studi atau penyelidikan tentang penggabungan
elemen-elemen yang memungkinkan untuk mencapai atau mendapatkan klasifikasi arsitektur
melalui sifat atau ciri bangunan. Klasifikasi mengindikasikan suatu perbuatan
meringkas atau mengikhtiarkan, yaitu mengatur penamaan yang berbeda, yang
masing-masing dapat diidentifikasikan, dan menyusun dalam kelas-kelas untuk
mengidentifikasikan data umumnya dan memungkinkan membuat
perbandingan-perbandingan pada kasus-kasus khusus(5).
Identifikasikan tipologi arsitektur dalam
sebuah parameter pola analisis yang berkaitan dengan Tipologi, yang bertolak
dari dasar perancangan arsitektur yang dipelopori oleh Vitruvius, parameter
tersebut adalah(6):
1.
Sistem spasial:
pola ruang, orientasi, hirarki
Sistem
spasial berhubungan dengan pola hubungan ruang, orientasi dan hirarki. Ruang
yang terbentuk dari elemen-elemen tertentu yang mempertimbangkan antar hubungan
manusia dan ruangnya. Di dalamnya juga merupakan konsep dari prinsip
berkesinambungan dalam sebuah proses desain.
2.
Sistem fisik dan kualitas figural:
wujud fisik, bahan/material, dan pembatas ruang
Sistem fisik dan
kualitas figural berhubungan dengan wujud, pembatas ruang dan karakteristik
bahan, Sistem fisik dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
· Kepala bangunan
(atap)
· Badan bangunan
(dinding dan bukaan)
· Kaki bangunan
(pondasi)
Elemen-elemen
pembentuk bangunan diatas, masing-masing memiliki unsur-unsur yang dapat
dinilai secara visual, yaitu:
· Dimensi
· Material bangunan
· Warna
· Tekstur
3.
Sistem stilistik: berhubungan dengan
atap, kolom, bukaan, dan ornament/ragam hias bangunan
III. STRUKTUR RUMAH
ADAT KABAENA
Rumah
tinggal umumnya penduduk Suku Moronene disebut Laica sedang rumah adat kerajaan disebut Raha, rumah khas adat ini berbentuk
panggung merupakan rumah di atas tiang dengan material kayu sebagai bahan
dasarnya. Bentuk rumah ini segi empat dan atapnya berbentuk pelana terbuat dari
sirap kayu, daun rumbia atau ijuk. Atap
dan dinding rumah setengahnya menyatu dan difungsikan sebagai penutup
ruangan. Pintu rumah berbentuk empat
persegi dengan tangga bagian depan.
Bentuk Rumah tinggal Suku-Suku di Jazirah Sulawesi
Tenggara (7)
Sumber : Johanes Elbert (1911&1912)
Download Book :
Jilid - I : Die Sunda-Expedition des Vereins für Geographie und Statistik zu Frankfurt am Main - Band I
Jilid - II : Die Sunda-Expedition des Vereins für Geographie und Statistik zu Frankfurt am Main - Band II
Beberapa
bentuk struktur rumah adat di kabaena terdiri dari :
- Kampiri (rumah Kotu’a) = rumah khas kabaena tidak memiliki banyak ruangan, berlantai dua (pea) yang digunakan sebagai tempat menyimpan hasil panen, merupakan miniatur seluruh bentuk rumah adat kamokolean.
- Laica Ngkoa (rumah istana) = rumah khusus yang digunakan raja dan keluarganya (mokole)
- Raha ‘Ea (rumah besar) = balai adat tempat dewan syara da motu’a & limbo (perangkat kerajaan) melakukan musyawarah & penobatan mokole (pohombunia mokole)
- Olompu (rumah kebun) = rumah yang dibangun di ladang atau kebun oleh masyarakat kabaena sebagai tempat peristirahatan.
- Landa = rumah yang dibangun ditengah atau dipinggir kebun atau bagian penghubung (selasar) antara rumah utama dan dapur. Rumah ini tidak ditinggali hanya digunakan tempat penyimpanan dan pengolahan hasil pertanian, bentuk bangunannya tidak memiliki dinding.
- Bantea = rumah yang dibangun untuk pengolahan hasil pertanian sampai dengan selesai selama proses panen, memiliki dinding dapat digunakan sebagai tempat peristirahatan antara lain ; Bantea Ponahua Gola, Bantea Mpogurua (Rumah Belajar)
Layout Desa Wisata Tangkeno (8)
A. RUMAH ADAT KAMPIRI
Tipologi rumah adat Tokotu’a - Kampiri merupakan suatu karakteristik
yang memiliki ciri yang khas dan khusus karena rumah adat Kampiri dinilai cukup
representatif mewakili tipologi lengkap sebagai ikon rumah adat Tokotu’a-Kabaena
karena keunikan desainnya. Terdapat tiga aspek yang dapat dianalisis pada
Karakteristik Rumah Adat Kampiri Suku Moronene - Kabaena, yaitu: aspek spasial,
aspek fisik dan aspek stilistik. Selain itu terdapat juga analisis terhadap
unsur visual dan prinsip desain dominan pada rumah adat Kampiri.
Struktur Rumah Adat Kampiri
1.
Elemen
Spasial
Ruang
merupakan bagian dari sebuah bangunan yang berupa rongga. Terbentuk dari dua
objek dan alam yang mengeliingi, ruang terbentuk dari batasanbatasan yang
diberikan oleh tiga elemen pembatas yaitu lantai, dinding dan langit-langit.
Ruang-ruang yang terdapat dalam rumah adat Kampiri :
- Siaba yang berfungsi sebagai ruang untuk menerima tamu
- Suo yang berfungsi sebagai kamar & tempat barang keluarga, pusaka serta benda-benda berharga lainnya.
- Dapura yang berfungsi sebagai tempat memasak dan menyimpan bahan makanan
- Pea yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi & hasil pertanian
Denah Rumah Adat Kampiri
1.
Elemen
Formal/Fisik
Elemen
formal/fisik (visual) berhubungan erat
dengan penglihatan. Ciri-ciri visual pada bangunan merupakan identitas sebuah
bangunan. Dengan memperhatikan ataupun mengamati ciri-ciri visual sebuah bangunan
kita dapat langsung mengetahui bangunan tersebut dipergunakan oleh siapa dan
fungsinya. Ciri-ciri visual dapat diamati dengan melihat wujud, dimensi,
tekstur, warna dan oriantasi bangunan. Secara
visual elemen formal/fisik Rumah Adat Kampiri mempunyai keseimbangan simetris-asimetris.
Elemen-elemen penyusun fasade yaitu pintu, jendela dan tangga diletakkan
asimetris.
- Bagian atap dan badan struktur rumah adat merupakan solid dan bagian kaki merupakan void (kolong).
- Material penutup atap menggunakan material alami bertekstur kasar diantaranya adalah lapisan sirap kayu, bambu, ijuk dan daun rumbia.
- Sudut kemiringan atap antara 58° - 65°
- Atapnya sebagian juga berfungsi sebagai dinding, sisi depan dan samping atap memiliki perwujudan yang berbeda-beda. Bagian depan terbentuk dari bentuk dasar segitiga. Sedangkan pada sisi samping atap terbentuk dari geometri trapezium (pelana).
- Alas rumah tersebut terdiri dari tiang dan susunan balok kayu (wuluhi/pehua) dilengkapi papan bulat penghalau tikus, sedangkan pondasinya beralas batu alam.
- Akses masuk ke rumah melalui tangga
- Sebagai hiasan, biasanya rumah memiliki ukiran di bagian pintu, tiang dan dindingnya. Motif ukiran tersebut terutama berbentuk binatang atau tumbuh-tumbuhan khas moronene-kabaena.
Miniatur Kampiri
1.
Elemen
Stilistik
Peletakan ragam hias lebih banyak diletakkan di bagian atap,
tiang dan dinding. Terdapat 5 macam ragam hias elemen stilistik yang menonjol
pada rumah adat kampiri.
- Tanduk Rumah; Ornamen berupa pahatan yang berbentuk tanduk kerbau (tandu laica-lembo karambau) yang ditempatkan diujung-ujung bubungan rumah atas dan bawah, melambangkan kekuatan, kebesaran (kepemimpinan) dan kekayaan.
- Ukiran gagang parang (Taowu Ladi-Ului Pongkotu); yang berada di overhang atap bagian kanan depan melambangkan kerja keras,keuletan dan ketegasan.
- Ukiran tombak (Gala-Karada); yang berada di overhang atap bagian kiri depan melambangkan kepatriotan.
- Ukiran mata keris (Tobo Tongki Wonua); yang berada di overhang atap bagian kiri belakang melambangkan keberanian.
- Ukiran burung (Kakatua); yang berada di overhang atap bagian kanan belakang melambangkan sebagai penjaga (burung kakatua jambul kuning satwa endemik Sulawesi, ukiran purbakala dalam goa watuburi).
- Ukiran ragam motif daun & tumbuhan; yang terdapat di atap, dinding, sisi tiang penyangga rumah diambil dari ragam corak kotu'a melambangkan kesuburan, keramahtamahan dan tolong-menolong.
Ragam Hias & Motif Bangunan
Sumber
: Ragam hias motif kabaena
“Sudost
Celebes” Die Sunda-Expedition des Vereins für Geographie und Statistik zu
Frankfurt am Main, 1911; Band I
“Die
Insel Kabaena” Die Sunda-Expedition des Vereins für Geographie und Statistik zu
Frankfurt am Main, 1912; Band II
B. RUMAH ADAT LAICA
NGKOA
Laica
Ngkoa (rumah istana) adalah rumah khusus sebagai
pusat pemerintahan sekaligus kediaman yang digunakan keluarga raja (mokole). Rumah
adat ini merupakan bangunan di atas tiang, dan seluruhnya dari bahan kayu.
Tampak Samping
Tampak Belakang
Sumber :
Dokumen perencanaan “Pembangunan Rumah Adat Desa Wisata Tangkeno”(2015)
Proposal Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar – UNESCO
1. Bagian Konstruksi Pokok Laica Ngkoa;
Konstruksi pokok dari Laica
Ngkoa dapat dibagi atas beberapa bagian,
yaitu :
- Tubuh bangunan merupakan bangunan induk.
- Bangunan di bagian kiri dan kanan miniatur Kampiri.
- Bubungan atap yang tinggi melancip berbentuk pelana disebut Powumbuno.
- Penutup atap sisi kiri dan kanan bagian samping disebut Wune.
- Bangunan yang memanjang ke belakang penghubung bangunan utama disebut Olota.
- Bangunan bagian belakang disebut Dapura
Ruang-ruang yang terdapat dalam Laica Ngkoa:
- Siaba; ruangan setelah masuk melalui pintu depan yang berfungsi sebagai ruang tamu bagi keluarga mokole.
- Suo; merupakan ruang istirahat yang berfungsi serbaguna, selain sebagai tempat tidur juga sebagai tempat untuk menyimpan benda pusaka, yang letaknya disekeliling siaba sepanjang dinding.
- Sasambiri (serambi) ruang terbuka terdiri dari pelataran atau serambi bagian depan dan samping yang merupakan ruangan rumah yang pertama setelah menaiki tangga masuk berfungsi ruang untuk menyambut tamu digunakan juga untuk berbagai kegiatan keluarga dan kemasyarakatan.
- Olota; ruang antara (transisi) berfungsi untuk menyimpan alat pertanian diberi tangga untuk keperluan turun naik akses untuk ke dapur dan bangunan bagian belakang, elevasi Olota lebih rendah 1 papan dari Saba (30 cm).
- Dapura; ruangan terakhir bagian belakang bangunan,disamping untuk tempat perlengkapan masak dan kegiatannya, ruang dapur ini juga digunakan untuk menyimpan bahan makanan (kaloe) dilengkapi para-para tempat mengeringkan kayu api.
Ornamen sebagai suatu aspek seni
rupa telah mengalami perkembangan yang cukup maju dalam budaya tradisional suku
moronene-kabaena. Ornamen sebagai ragam hias banyak ditemukan di rumah,
peralatan, pakaian adat moronene dan karya seni ini tak hanya sebagai hiasan
tetapi juga sarat filosofi. Penampilan rumah tradisional kabaena juga ditunjang
oleh bentuk-bentuk ornamen berupa ukiran. Penempatan ukiran tersebut biasanya terdapat pada bagian
yang konstruktif seperti tiang, dinding, sisi atap (wune) dan bubungan atap. Motif yang digambarkan adalah motif floral (daun dan bunga). Motif-motif binatang seperti pada
ujung atap yang menggambarkan burung, parang, tombak, keris dan tanduk
kerbau yang distilir dengan motif floral. Dari sini dapat dilihat bahwa rumah
tradisional kabaena mempunyai keterikatan dengan nilai
tradisional masyarakatnya. Jadi meskipun pada awalnya bentuk tersebut
dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan fungsi dan adaptasi terhadap lingkungan,
tetapi karena sifatnya yang berulang kemudian dari bentuk fungsional tersebut
berubah menjadi bentuk yang tradisional.
C. RAHA
‘EA (BALAI ADAT)
Balai
adat merupakan salah satu komponen perangkat
adat-istiadat masyarakat moronene-kabaena. Di Balai Adat biasanya digunakan
oleh para tokoh, cendekiawan, alim ulama, dan masyarakat untuk berkumpul
bermusyawarah dan bermufakat serta segala kegiatan yang berhubungan dengan
adat. Dahulu pada masa kerajaan, balai adat merupakan salah satu dari komponen
perangkat eksistensi dari sebuah kerajaan. Balai adat suku moronene-kabaena
disebut Raha ‘Ea adalah balai tempat dewan syara da motu’a & limbo
(perangkat kerajaan) melakukan musyawarah & penobatan mokole (pohombunia
mokole).
Denah Raha ‘Ea
Tampak Depan
Tampak Belakang
Tampak Samping
Sumber :
Dokumen perencanaan “Pembangunan Rumah Adat Desa Wisata Tangkeno”(2015)
Proposal Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar – UNESCO
IV.
PENUTUP
Sebuah simbol diciptakan mengandung makna,
identitas budaya suatu kelompok masyarakat tercipta dari diwarisinya
simbol-simbol, aturan serta norma yang secara turun temurun diciptakan dan ditetapkan oleh nenek
moyang. Suatu daerah tentunya memiliki simbol yang melambangkan identitas
budaya di daerah tersebut. Identitas budaya merupakan ciri yang ditunjukan
seseorang karena orang itu merupakan anggota dari sebuah etnik tertentu. Setiap
suku bangsa ataupun etnis telah menetapkan symbol simbol kebudayaan mereka
masing-masing untuk menyatakan kepentingan tertentu. Suku moronene-kabaena
melalui adat-istiadatnya mengisyaratkan bahwa penggunaan alat benda dalam
setiap proses adatnya merupakan wujud warisan dari leluhur yang harus
dilestarikan keberadannya.
LAMPIRAN
– LAMPIRAN :
Peta Sunda
Expedition-Johanes Elbert
Peta
Rumbia-Pakaian Perang/Berburu-Alat Musik Khas Moronene Rumbia
Johanes Elbert (1911)
Potongan
Epos Kada – Moronene, Kabaena
Johanes Elbert (1912)
Daftar Pustaka :
- https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/sulawesi/kabaena-kerajaan/sejarah-lengkap-kerajaan-kabaena
- https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Moronene
- Aswar. (2015). Tradisi Kada Sebagai Sumber Sejarah Pada Masyarakat Moronene
- https://zonasultra.com/asal-usul-kabaena-dan-jejak-sejarah-kerajaan-kotua.html
- Vidler, Anthony. (1998). The Third Typology. Massachusett: MIT Press.
- Habraken, N. John (1988). Type as Social Agreement. Seoul: Asian Congress of Architect.
- Elbert, Johanes. (1911&1912). “Die Sunda-Expedition des Vereins für Geographie und Statistik zu Frankfurt am Main” Band I & II
- Dokumen perencanaan “Pembangunan Rumah Adat Desa Wisata Tangkeno”(2015). Proposal Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar – UNESCO
- https://febryaristian.wordpress.com/2018/01/18/kerajaan-moronene-kabaena-tokotua
- Kemalasari, R.S. (2013). “Karakteristik Rumah Adat Tambi Suku Lore Sulawesi Tengah”
- Ching, D.K. (1979). Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan. Edisi Ke-3
- Adytia, Putra,dkk. (2017). “Elemen Pembentuk Arsitektur Tradisional Batak Karo Di Kampung Dokan”
- Santri, Tyas. (2017). “Tipologi Rumah Desa Wisata di Dusun Ngluwuk Desa Batik GedhogTuban”
Related Posts