Rumah Adat Kabaena


KARAKTERISTIK RUMAH ADAT KABAENA
BOMBANA – SULAWESI TENGGARA
Pusat Studi Kabaena Centre



I.    RUMAH ADAT TOKOTU’A - KABAENA
Penduduk asli yang mendiami pulau Kabaena adalah suku Moronene yang merupakan penduduk yang tertua mendiami jazirah Sulawesi Tenggara berdiam di sekitar sungai Lasolo, danau Towuti dan dan Danau Matana(1).Suku Moronene tergolong suku bangsa  Proto Malayu (Melayu Tua) dari zaman prasejarah atau zaman batu muda, kira-kira 2.000 tahun sebelum Masehi(2). Nama asli pulau Kabaena ialah Pu’uwonua artinya pusat awal pemukiman manusia suku Moronene kemudian dalam perkembangannya menjadi To-Kotu’a, dalam bahasa Moronene nama ini diambil untuk menunjukkan bahwa negeri ini merupakan wilayah yang subur, daerah ini lalu disebut Kotu’a dari asal kata Katu’o (tempat memetik-panenan). Selanjutnya nama kabaena kemudian mulai dikenal sejak zaman pangeran dari kabaena Manjawari diangkat menjadi sapati kerajaan buton (hikayat tiga kesatria), kerajaan To-Kotu’a saat itu membangun kerjasama menjadi anggota federasi kesultanan buton (opu/laki sambali) untuk bersama-sama menjaga keamanan wilayah, To-Kotu’a oleh orang buton disebut Kobaena, berasal dari kata Mokobaena (bahasa wolio), Bae atau Pae artinya padi (beras). Jadi, Mokobaena berarti “pemilik beras/padi”(3). Pada periode tersebut Mokole Kabaena sering mengirim beras untuk sapati Manjawari setelah masa pesta panen  (Mongkotu-Kokaaha Ndondo Ua) untuk dibagikan kepada keluarga kerajaan & sejak saat itu kabaena menjadi suplier beras untuk kesultanan berhubung wilayah ini merupakan daerah yang subur dan makmur dimasa lalu(4).

Suku moronene di pulau kabaena, memiliki kekhasan  arsitektur yang berbeda dengan suku moronene di wilayah daratan bombana. Namun kekhasan arsitektur tersebut perlahan mulai memudar dan ditinggalkan. Orang-orang moronene di pulau kabaena mulai mengadopsi bangunan-bangunan bergaya luar karena modernisasi yang tak terbendung. Ditambah lagi sebagian besar wilayah sudah tersentuh oleh pengaruh silang budaya dengan masyarakat yang heterogen terdiri beberapa suku. Melihat kondisi tersebut, maka upaya pelestarian perlu diinisiasi. Dalam perkembangannya rumah-rumah  tradisional khas tokotua-kabaena perlahan-lahan  telah punah. Maka perlu upaya pelestarian dengan didahului mengkaji karakteristiknya. Dengan tersedianya dokumen kajian tersebut, maka seterusnya dapat dilanjutkan ke program & langkah berikutnya untuk mempertahankan karakter bangunan dan arsitekturalnya, sehingga tidak meninggalkan kekhasan lokal sebagai bagian dari spirit of place dan identitas masyarakat kabaena, yakni menjadi benang merah yang menghubungkan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Pengkajian ini dilakukan dalam rangka mendapatkan klasifikasi arsitektur melalui sifat atau ciri bangunan melalui metode kualitatif dengan pendekatan etnografi.

II.   KARAKTERISTIK BANGUNAN
Karakteristik bangunan adalah sebuah studi atau penyelidikan tentang penggabungan elemen-elemen yang memungkinkan untuk mencapai atau mendapatkan klasifikasi arsitektur melalui sifat atau ciri bangunan. Klasifikasi mengindikasikan suatu perbuatan meringkas atau mengikhtiarkan, yaitu mengatur penamaan yang berbeda, yang masing-masing dapat diidentifikasikan, dan menyusun dalam kelas-kelas untuk mengidentifikasikan data umumnya dan memungkinkan membuat perbandingan-perbandingan pada kasus-kasus khusus(5).

Identifikasikan tipologi arsitektur dalam sebuah parameter pola analisis yang berkaitan dengan Tipologi, yang bertolak dari dasar perancangan arsitektur yang dipelopori oleh Vitruvius, parameter tersebut adalah(6):
1.     Sistem  spasial:  pola  ruang,  orientasi, hirarki
Sistem spasial berhubungan dengan pola hubungan ruang, orientasi dan hirarki. Ruang yang terbentuk dari elemen-elemen tertentu yang mempertimbangkan antar hubungan manusia dan ruangnya. Di dalamnya juga merupakan konsep dari prinsip berkesinambungan dalam sebuah proses desain.
2.     Sistem fisik dan kualitas figural: wujud fisik, bahan/material, dan pembatas ruang
Sistem fisik dan kualitas figural berhubungan dengan wujud, pembatas ruang dan karakteristik bahan, Sistem fisik dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 
·       Kepala bangunan (atap)
·       Badan bangunan (dinding dan bukaan)
·       Kaki bangunan (pondasi)
Elemen-elemen pembentuk bangunan diatas, masing-masing memiliki unsur-unsur yang dapat dinilai secara visual, yaitu:
·       Dimensi
·       Material bangunan
·       Warna
·       Tekstur
3.     Sistem stilistik: berhubungan dengan atap, kolom, bukaan, dan ornament/ragam hias bangunan

III. STRUKTUR RUMAH ADAT KABAENA
Rumah tinggal umumnya penduduk Suku Moronene disebut Laica sedang rumah adat kerajaan disebut Raha, rumah khas adat ini berbentuk panggung merupakan rumah di atas tiang dengan material kayu sebagai bahan dasarnya. Bentuk rumah ini segi empat dan atapnya berbentuk pelana terbuat dari sirap kayu, daun rumbia atau ijuk.  Atap dan dinding rumah setengahnya menyatu dan difungsikan sebagai penutup ruangan.  Pintu rumah berbentuk empat persegi dengan tangga bagian depan.

Bentuk Rumah tinggal Suku-Suku di Jazirah Sulawesi Tenggara (7)
Beberapa bentuk struktur rumah adat di kabaena terdiri dari :
  1. Kampiri (rumah Kotu’a) = rumah khas kabaena tidak memiliki banyak ruangan, berlantai dua (pea) yang digunakan sebagai tempat menyimpan hasil panen, merupakan miniatur seluruh bentuk rumah adat kamokolean.
  2. Laica Ngkoa (rumah istana) = rumah khusus yang digunakan raja dan keluarganya (mokole)
  3. Raha ‘Ea (rumah besar) = balai adat tempat dewan syara da motu’a & limbo (perangkat kerajaan) melakukan musyawarah & penobatan mokole (pohombunia mokole)
  4. Olompu (rumah kebun) = rumah yang dibangun di ladang atau kebun oleh masyarakat kabaena sebagai tempat peristirahatan.
  5. Landa = rumah yang dibangun ditengah atau dipinggir kebun atau bagian penghubung (selasar) antara rumah utama dan dapur. Rumah ini tidak ditinggali hanya digunakan tempat penyimpanan dan pengolahan hasil pertanian, bentuk bangunannya tidak memiliki dinding.
  6. Bantea = rumah yang dibangun untuk pengolahan hasil pertanian sampai dengan selesai selama proses panen, memiliki dinding dapat digunakan sebagai tempat peristirahatan antara lain ; Bantea Ponahua Gola, Bantea Mpogurua (Rumah Belajar)

Layout Desa Wisata Tangkeno (8)


A.    RUMAH ADAT  KAMPIRI

Tipologi rumah adat Tokotu’a - Kampiri merupakan suatu karakteristik yang memiliki ciri yang khas dan khusus karena rumah adat Kampiri dinilai cukup representatif mewakili tipologi lengkap sebagai ikon rumah adat Tokotu’a-Kabaena karena keunikan desainnya. Terdapat tiga aspek yang dapat dianalisis pada Karakteristik Rumah Adat Kampiri Suku Moronene - Kabaena, yaitu: aspek spasial, aspek fisik dan aspek stilistik. Selain itu terdapat juga analisis terhadap unsur visual dan prinsip desain dominan pada rumah adat Kampiri.



Struktur Rumah Adat Kampiri


1.      Elemen Spasial

Ruang merupakan bagian dari sebuah bangunan yang berupa rongga. Terbentuk dari dua objek dan alam yang mengeliingi, ruang terbentuk dari batasanbatasan yang diberikan oleh tiga elemen pembatas yaitu lantai, dinding dan langit-langit.

Ruang-ruang yang terdapat dalam rumah adat Kampiri :


  • Siaba yang berfungsi sebagai ruang untuk menerima tamu
  • Suo yang berfungsi sebagai kamar & tempat barang keluarga, pusaka serta benda-benda berharga lainnya.
  • Dapura yang berfungsi sebagai tempat memasak dan menyimpan bahan makanan
  • Pea yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi & hasil pertanian
Denah Rumah Adat Kampiri


1.      Elemen Formal/Fisik

Elemen formal/fisik (visual) berhubungan erat dengan penglihatan. Ciri-ciri visual pada bangunan merupakan identitas sebuah bangunan. Dengan memperhatikan ataupun mengamati ciri-ciri visual sebuah bangunan kita dapat langsung mengetahui bangunan tersebut dipergunakan oleh siapa dan fungsinya. Ciri-ciri visual dapat diamati dengan melihat wujud, dimensi, tekstur, warna dan oriantasi bangunan. Secara visual elemen formal/fisik Rumah Adat Kampiri mempunyai keseimbangan simetris-asimetris. Elemen-elemen penyusun fasade yaitu pintu, jendela dan tangga diletakkan asimetris. 


  • Bagian atap dan badan struktur rumah adat merupakan solid dan bagian kaki merupakan void (kolong).
  • Material penutup atap menggunakan material alami bertekstur kasar diantaranya adalah lapisan sirap kayu, bambu, ijuk dan daun rumbia.
  • Sudut kemiringan atap antara 58° - 65°
  • Atapnya sebagian juga berfungsi sebagai dinding, sisi depan dan samping atap memiliki perwujudan yang berbeda-beda. Bagian depan terbentuk dari bentuk dasar segitiga. Sedangkan pada sisi samping atap terbentuk dari geometri trapezium (pelana).
  • Alas rumah tersebut terdiri dari tiang dan susunan balok kayu (wuluhi/pehua) dilengkapi papan bulat penghalau tikus, sedangkan pondasinya beralas batu alam.
  • Akses masuk ke rumah melalui tangga
  • Sebagai hiasan, biasanya rumah memiliki ukiran di bagian pintu, tiang dan dindingnya. Motif ukiran tersebut terutama berbentuk binatang atau tumbuh-tumbuhan khas moronene-kabaena. 

Miniatur Kampiri


1.      Elemen Stilistik

Peletakan ragam hias lebih banyak diletakkan di bagian atap, tiang dan dinding. Terdapat 5 macam ragam hias elemen stilistik yang menonjol pada rumah adat kampiri.






  • Tanduk Rumah; Ornamen berupa pahatan yang berbentuk tanduk kerbau (tandu laica-lembo karambau) yang ditempatkan diujung-ujung bubungan rumah atas dan bawah, melambangkan kekuatan, kebesaran (kepemimpinan) dan kekayaan.
  • Ukiran gagang parang (Taowu Ladi-Ului Pongkotu); yang berada di overhang atap bagian kanan depan melambangkan kerja keras,keuletan dan ketegasan.
  • Ukiran tombak (Gala-Karada); yang berada di overhang atap bagian kiri depan melambangkan kepatriotan.
  • Ukiran mata keris (Tobo Tongki Wonua); yang berada di overhang atap bagian kiri belakang melambangkan keberanian.
  • Ukiran burung (Kakatua); yang berada di overhang atap bagian kanan belakang melambangkan sebagai penjaga (burung kakatua jambul kuning satwa endemik Sulawesi, ukiran purbakala dalam goa watuburi).
  • Ukiran ragam motif daun & tumbuhan; yang terdapat di atap, dinding, sisi tiang penyangga rumah diambil dari ragam corak kotu'a melambangkan kesuburan, keramahtamahan dan tolong-menolong.





Ragam Hias & Motif Bangunan


Sumber : Ragam hias motif kabaena
“Sudost Celebes” Die Sunda-Expedition des Vereins für Geographie und Statistik zu Frankfurt am Main, 1911; Band I
“Die Insel Kabaena” Die Sunda-Expedition des Vereins für Geographie und Statistik zu Frankfurt am Main, 1912; Band II


B.    RUMAH ADAT  LAICA NGKOA

Laica Ngkoa (rumah istana) adalah rumah khusus sebagai pusat pemerintahan sekaligus kediaman yang digunakan keluarga raja (mokole). Rumah adat ini merupakan bangunan di atas tiang, dan seluruhnya dari bahan kayu.

Tampak Depan

Tampak Samping
Tampak Belakang


Sumber : 
Dokumen perencanaan “Pembangunan Rumah Adat Desa Wisata Tangkeno”(2015)
Proposal Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar – UNESCO

1.     Bagian Konstruksi Pokok Laica Ngkoa;
Konstruksi pokok dari Laica Ngkoa dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu :
  1. Tubuh bangunan merupakan bangunan induk.
  2. Bangunan di bagian kiri dan kanan miniatur Kampiri.
  3. Bubungan atap yang tinggi melancip berbentuk pelana disebut Powumbuno.
  4. Penutup atap sisi kiri dan kanan bagian samping disebut Wune.
  5. Bangunan yang memanjang ke belakang penghubung bangunan utama disebut Olota.
  6. Bangunan bagian belakang disebut Dapura

 2.     Ruangan-ruangan;
Ruang-ruang yang terdapat dalam Laica Ngkoa:
  1. Siaba; ruangan setelah masuk melalui pintu depan yang berfungsi sebagai ruang tamu bagi keluarga mokole.
  2. Suo; merupakan ruang istirahat yang berfungsi serbaguna, selain sebagai tempat tidur juga sebagai tempat untuk menyimpan benda pusaka, yang letaknya disekeliling siaba sepanjang dinding.
  3. Sasambiri (serambi) ruang terbuka terdiri dari pelataran atau serambi bagian depan dan samping yang merupakan ruangan rumah yang pertama setelah menaiki tangga masuk berfungsi ruang untuk menyambut tamu digunakan juga untuk berbagai kegiatan keluarga dan kemasyarakatan.
  4. Olota; ruang antara (transisi) berfungsi untuk menyimpan alat pertanian diberi tangga untuk keperluan turun naik akses untuk ke dapur dan bangunan bagian belakang, elevasi Olota lebih rendah 1 papan dari Saba (30 cm).
  5. Dapura; ruangan terakhir bagian belakang bangunan,disamping untuk tempat perlengkapan masak dan kegiatannya, ruang dapur ini juga digunakan untuk menyimpan bahan makanan (kaloe) dilengkapi para-para tempat mengeringkan kayu api.

 3.     Ornamentasi (Ukiran)
Ornamen sebagai suatu aspek seni rupa telah mengalami perkembangan yang cukup maju dalam budaya tradisional suku moronene-kabaena. Ornamen sebagai ragam hias banyak ditemukan di rumah, peralatan, pakaian adat moronene dan karya seni ini tak hanya sebagai hiasan tetapi juga sarat filosofi. Penampilan rumah tradisional kabaena juga ditunjang oleh bentuk-bentuk ornamen berupa ukiran. Penempatan ukiran tersebut biasanya terdapat pada bagian yang konstruktif seperti tiang, dinding, sisi atap (wune) dan bubungan atap. Motif yang digambarkan adalah motif floral (daun dan bunga). Motif-motif binatang seperti pada ujung atap yang menggambarkan burung, parang, tombak, keris dan tanduk kerbau yang distilir dengan motif floral. Dari sini dapat dilihat bahwa rumah tradisional kabaena mempunyai keterikatan dengan nilai tradisional masyarakatnya. Jadi meskipun pada awalnya bentuk tersebut dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan fungsi dan adaptasi terhadap lingkungan, tetapi karena sifatnya yang berulang kemudian dari bentuk fungsional tersebut berubah menjadi bentuk yang tradisional.


C.    RAHA ‘EA (BALAI ADAT)

Balai adat merupakan salah satu komponen perangkat adat-istiadat masyarakat moronene-kabaena. Di Balai Adat biasanya digunakan oleh para tokoh, cendekiawan, alim ulama, dan masyarakat untuk berkumpul bermusyawarah dan bermufakat serta segala kegiatan yang berhubungan dengan adat. Dahulu pada masa kerajaan, balai adat merupakan salah satu dari komponen perangkat eksistensi dari sebuah kerajaan. Balai adat suku moronene-kabaena disebut Raha ‘Ea adalah balai tempat dewan syara da motu’a & limbo (perangkat kerajaan) melakukan musyawarah & penobatan mokole (pohombunia mokole).



Denah Raha ‘Ea

Tampak Depan
Tampak Belakang
Tampak Samping
Sumber : 
Dokumen perencanaan “Pembangunan Rumah Adat Desa Wisata Tangkeno”(2015)
Proposal Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar – UNESCO

IV.          PENUTUP
Sebuah simbol diciptakan mengandung makna, identitas budaya suatu kelompok masyarakat tercipta dari diwarisinya simbol-simbol, aturan serta norma yang secara turun  temurun diciptakan dan ditetapkan oleh nenek moyang. Suatu daerah tentunya memiliki simbol yang melambangkan identitas budaya di daerah tersebut. Identitas budaya merupakan ciri yang ditunjukan seseorang karena orang itu merupakan anggota dari sebuah etnik tertentu. Setiap suku bangsa ataupun etnis telah menetapkan symbol simbol kebudayaan mereka masing-masing untuk menyatakan kepentingan tertentu. Suku moronene-kabaena melalui adat-istiadatnya mengisyaratkan bahwa penggunaan alat benda dalam setiap proses adatnya merupakan wujud warisan dari leluhur yang harus dilestarikan keberadannya.


LAMPIRAN – LAMPIRAN :

Peta Sunda Expedition-Johanes Elbert

Peta Rumbia-Pakaian Perang/Berburu-Alat Musik Khas Moronene Rumbia
Johanes Elbert (1911)

Potongan Epos Kada – Moronene, Kabaena
Johanes Elbert (1912)



Daftar Pustaka :


  1. https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/sulawesi/kabaena-kerajaan/sejarah-lengkap-kerajaan-kabaena
  2. https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Moronene
  3. Aswar. (2015). Tradisi Kada Sebagai Sumber Sejarah Pada Masyarakat Moronene
  4. https://zonasultra.com/asal-usul-kabaena-dan-jejak-sejarah-kerajaan-kotua.html
  5. Vidler, Anthony. (1998). The Third Typology. Massachusett: MIT Press.
  6. Habraken, N. John (1988). Type as Social Agreement. Seoul: Asian Congress of Architect.
  7. Elbert, Johanes. (1911&1912). “Die Sunda-Expedition des Vereins für Geographie und Statistik zu Frankfurt am Main” Band I & II
  8. Dokumen perencanaan “Pembangunan Rumah Adat Desa Wisata Tangkeno”(2015). Proposal Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar – UNESCO
  9. https://febryaristian.wordpress.com/2018/01/18/kerajaan-moronene-kabaena-tokotua
  10. Kemalasari, R.S. (2013). “Karakteristik Rumah Adat Tambi Suku Lore Sulawesi Tengah”
  11. Ching, D.K. (1979). Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan. Edisi Ke-3
  12. Adytia, Putra,dkk. (2017). “Elemen Pembentuk Arsitektur Tradisional Batak Karo Di Kampung Dokan” 
  13. Santri, Tyas. (2017). “Tipologi Rumah Desa Wisata di Dusun Ngluwuk Desa Batik GedhogTuban”








0 Response to "Rumah Adat Kabaena"

Posting Komentar