PULAU KABAENA

BIOEKOREGION KABAENA (1)
Pusat Studi Kabaena Centre


Mungkin tidak terbayang sekitar 30 tahun yang lalu, bahwa gejala globalisasi ekonomi akan melanda dunia dengan sangat hebat, memasuki abad 21. Globalisasi, yang pada dasarnya ditandai dengan bebasnya aliran, modal, manusia, barang, serta informasi, pada gilirannya telah membawa implikasi semakin terintegrasinya sistem sosioekonomi dan politik secara global. Seperti dikemukakan Castells (1996) bahwa space of places telah berubah menjadi space of flows. Tentu saja, hal ini, berdampak luar biasa pada negara sedang berkembang, apalagi negara kepulauan dengan penerapan desentralisasi seperti Indonesia, sehingga masalah pembangunan yang dihadapi negara semakin rumit. Globalisasi tidak mengenal batas-batas yurisdiksi negara ataupun propinsi (sub-nation). Contohnya dapat disaksikan pada hubungan berbagai wilayah (negara) yang berbatasan secara langsung, misalnya Segitiga Pertumbuhan (Growth Triangle) Sijori (Singapura-Johor-Riau),  BIMP-EAGA (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Philippines-East ASEAN Growth Area), pada pertengahan tahun 1990-an, namun kemudian tidak terealisasi dengan baik karena berbagai kendala, terutama sejak krisis ekonomi melanda Asia. Demikian pula kerjasama interregional lintas batas negara, juga pernah dilakukan untuk Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Area (IMT-GT).

1.     Tata Ruang Wilayah

Di masa silam, tata ruang serta perkembangan wilayah dan kota lebih dipandang sebagai fenomena internal saja, namun kini dengan semakin terintegrasinya perekonomian secara global, harus diakui bahwa tata ruang bukanlah suatu fenomena internal semata, tetapi dinamikanya sangat dipengaruhi faktor-faktor global.

Tata ruang wilayah karena pengaruh globalisasi terkait dengan beberapa factor a.l:
1). Kemajuan teknologi produksi yang selanjutnya dimanfaatkan bagi segmentasi produksi industri secara global. Kini perusahaan yang bergerak dalam industri produksi tidak perlu lagi memproduksi barang dalam suatu pabrik di suatu lokasi tertentu, melainkan dengan cara merakit komponen industri yang diproduksi di berbagai lokasi pada berbagai negara (new international division of labor). Hingga akhir abad ke-20, dunia menyaksikan suatu fenomena perpindahan (relocation) secara off-shore dan perluasan industri dari negara maju, ke negara sedang berkembang, sebagai salah satu strategi merebut pasar dan sekaligus memperoleh tenaga kerja murah.
2).     Institusi finansial dunia telah berkembang membentuk suatu jejaring (networks), yang pada gilirannya sangat menopang proses segmentasi industri.
3).  Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat memfasilitasi pengaliran modal, komoditas serta informasi. Dengan ditopang oleh kemajuan ini, maka pusat-pusat (headquarters) perusahaan transnasional yang umumnya terdapat di negara-negara yang telah maju. Sebagai akibat dari situasi di atas, terjadilah integrasi negara sedang berkembang ke dalam sistem perekonomian dunia, yang digerakan oleh akumulasi kapital. Hal ini telah membawa system kehidupan ekonomi, politik dan sosial bertransformasi besar-besaran, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Proses ini terjadi bukan hanya pada tataran produksi komoditas, namun juga pada tataran industry ekstraktif pertambangan, konsumsi dan cita rasa sampai kedaerah-daerah pedesaan.
4).  Lembaga internasional seperti WTO (World Trade Organization) memfasilitasi bebasnya aliran ini, dengan keharusan bagi negara-negara di dunia, khususnya negara yang sedang berkembang, untuk menghapuskan hambatan-hambatan (bariers) yang menghambat aliran tersebut, baik yang besifat tariff maupun non-tariff.

Akhir abad ke-20 globalisasi industri telah membawa dampak yang luar biasa pada perkembangan sosial ekonomi maupun fisik kota dan wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Kabaena. Hal ini tercermin antara lain dengan semakin meningkatnya permintaan lahan untuk kawasan industri ekstraktif sebagai konsekuensi kian meningkatnya penanaman modal, khususnya modal asing dalam sector pertambangan.  Akibatnya kawasan di pulau Kabaena secara besar-besaran juga mengalami pergeseran fungsi, dari pusat kegiatan pertanian, perkebunan dan perikanan menjadi pusat kegiatan pertambangan.  Keterkaitan dengan ekonomi lokal hanya sebatas penyediaan tenaga kerja murah. Proses konversi lahan ini terjadi pada skala besar-besaran dan tidak terkontrol, sementara rencana tata ruang wilayah hanya sebagai macan kertas tidak ada realisasi perencanaan di tingkat pemerintah daerah Kabupaten Bombana. Peralihan ini bahkan terjadi di areal yang menjadi perkebunan rakyat bahkan kawasan yang berfungsi sebagai Hutan Produksi (HP) dan Hutan Lindung (HL), seperti Wilayah HL Kabaena Induk, HL Kabaena Selatan, HL Kabaena Tengah, HL Kabaena Timur, HL Tanjung Magina dan HL Tanjung Lengora. Rencana tata ruang dalam kenyataannya sangat dikendalikan oleh para investor pertambangan, yang hanya beorientasi pada bisnis lahan dan industry ekstraktif ketimbang pengembangan tata ruang wilayah. Pada saat ini pemerintah kota dan kabupaten maupun badan Pertanahan Nasional (BPN) seolah-olah tidak berdaya menghadapi tekanan dari investor. Suatu contoh adalah pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada 19 perusahaan yang kontroversial yang direncanakan untuk menjadi areal pusat pertambangan. Namun demikian, pada akhirnya rencana kontroversial ini ditinjau ulang oleh pemkab Bombana.

 
 Pulau Kabaena, kabupaten Bombana memiliki luas 867,89 km persegi dengan memiliki enam wilayah administrasi kecamatan yaitu Kabaena Timur, Kabaena Barat, Kabaena Tengah, Kabaena Induk dan Kabaena Utara. Wilayah yang merupakan salah satu kepulauan terbesar di Bombana ini terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke Selatan diantara 4,300 – 6,250 lintang Selatan (sepanjang ± 180 Km dan membentang dari Barat Ke Timur diantara 120,820 – 122.200 BT (sepanjang ± 154 Km). Pulau ini merupakan wilayah yang subur dengan cultural landscape yang didominasi oleh pertanian dan perkebunan. Beberapa tanaman yang dibudidayakan oleh penduduk antara lain tanaman aren, kelapa dalam, kelapa hibrida, kakao, cengkeh,kemiri, kopi, lada serta jambu mete. Perkebunan jambu mete sendiri memiliki luas terbesar yaitu mencakup sekitar 57% dari luas penanaman komoditas perkebunan. Begitu pula di laut memiliki potensi yang cukup besar, seperti perikanan, budidaya rumput laut dan wisata bahari(2).

Menurut data BPS 2008 lalu, penduduk Kabaena mencapai 21.394 ribu jiwa dan jumlah ini dipastikan akan bertambah. Kemudian saat ini di pulau Kabaena sudah terdapat enam kecamatan dan nantinya diperkirakan akan bertambah satu kecamatan yakni Talaga Raya. Kabaena diharapkan sudah menjadi sebuah daerah otonom untuk jumlah desa yang telah mencapai 28 plus 5 kelurahan. Terlebih-lebih lagi, pulau Kabaena merupakan salah satu lokasi yang memiliki potensi tambang yang membanggakan diantaranya nikel, marmer, minyak tanah, emas, timah putih yang dinilai sebagai aset PAD bagi daerah ini.

Rencana Tata Ruang Pulau Kabaena kedepan diharapkan mewujudkan perencanaan tata ruang pada wilayah pulau/kepulauan dengan kesatuan wilayah geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsionalnya secara jelas. Pola ruang ini diharapkan memiliki batasan-batasan yang jelas mengenai :


Hutan Produksi           = Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
Hutan Lindung            = Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Taman Nasional Laut    =  Habitat biota perairan yang memiliki satu atau beberapa ekosistem yang kondisi alam secara fisik tidak mengalami perubahan, serta mempunyai arti untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Taman Wisata Alam   = Kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Kawasan Andalan        = Bagian dari kawasan budidaya yang diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya.
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) = Kota sebagai pusat ekonomi perkotaan (jasa dan industri) regional dan simpul transportasi yang melayani provinsi dan atau beberapa kabupaten
Pusat Kegiatan Lokal (PK) = Pusat permukiman sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
Kawasan Perdesaan     = Wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Wilayah sungai            = Kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
Daerah Aliran Sungai = Suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.


Wujud tata ruang alami serta perkembangan wilayah di Kabaena ditandai dengan semakin intensifnya hubungan kota-desa. Perbedaan kota dan desa secara fisik masih sangat jelas. Namun Demikian arah kegiatan sosio-ekonomi masyarakat perdesaan di Kabaena semakin bergeser tidak selalu indentik lagi dengan agraris (pertanian), tapi sudah merupakan suatu campuran dengan kegiatan bukan pertanian. Kehidupan masyarakat juga diwarnai dengan semakin berkembangnya kegiatan off-farm employment. Hal ini dikarenakan semakin terbukanya kesempatan-kesempatan kerja di luar pertanian, sementara penyempitan lahan pertanian yang mereka miliki akibat konversi menjadi lahan pertambangan tidak memungkinkan dijadikan sebagai gantungan kehidupan sepenuhnya.

Kemajuan di wilayah luar perbatasan pulau Kabaena yang menonjol adalah perkembangan wilayah Pulau Buton yang melaju pesat. Tidak mengherankan hal ini terjadi, karena Buton merupakan bagian dari Segitiga Pertumbuhan Makassar-Kendari-Buton. Banyaknya investor menanamkan investasinya menyebabkan Buton berkembang menjadi suatu konsentrasi kegiatan industri di luar Pulau Kabaena sehingga dengan laju kenaikan penduduknya yang tinggi serta keterbatasan lahan dapat menarik aliran investasi di kabaena melalui pengembangan simpul jaringan penyeberangan lintas antar kabupaten/kota dalam provinsi melalui pelabuhan regional umum maupun pelabuhan penyebrangan local yang menghubungkan: Sikeli, Dongkala, Toli-Toli ataupun Pongkalaero dengan Bau-Bau. Demikian pula sejak pemekaran Kabupaten Bombana simpul perhubungan dengan ibu kota provinsi, Kendari menjadi jauh lebih mudah melalui jalur laut penyebrangan local ke Kasipute dengan lintas jalur  Kasipute – Konawe Selatan – Kendari. Propinsi lain yang berbatasan dan memiliki potensi pengembangan kerjasama adalah Sulawesi Selatan yang terintegrasi dalam simpul jaringan penyeberangan laut lintas antar provinsi Tondasi – Kabaena – Bulukumba membuka akses baru dengan jaringan Jalan Lintas Barat Sulawesi Selatan yang menghubungkan kota Makassar – Sungguminasa – Takalar – Jeneponto – Bantaeng – Bulukumba, dimana Kabupaten Bulukumba yang merupakan lokasi kegiatan pariwisata perkembangan ekonominya ditunjang pula oleh potensi perikanan dan perdagangan. Simpul penyeberangan local lainnya adalah Kabaena – Bajoe, dengan Kabupaten Bone yang memiliki potensi perikanan, peternakan dan pertanian pada jalur lintas tengah Sulawesi Selatan yang melalui kota Makassar – Maros – Watampone.

Pulau Kabaena yang tumbuh karena potensi minyak dan gas bumi serta sumberdaya mineral memiliki posisi yang sangat strategis, yang pada dasarnya sekarang ini banyak digerakkan oleh investasi bidang pertambangan dari luar negeri sebutlah seperti Inggris, Australia, Korea sebagai Negara asal pemilik kontrak karya pertambangan di pulau ini disamping tentunya BUMN seperti PT.Timah. Ini pun mencerminkan bagaimana aliran investasi sebagai bagian dari globalisasi dapat mempengaruhi perkembangan wilayah dan tata ruang pulau. Perkembangan ini pada gilirannya telah mendorong pertumbuhan wilayah di Kabaena. Pulau-pulau lain yang berkembang pesat karena dampak global antara lain adalah Pulau Batam, Riau, Bali, Bangka dan masih banyak lagi pulau lainnya.

Hal ini semakin mengindikasikan bahwa perencanaan perlu segera dikembangkan melalui kerjasama antara pulau dan daerah-daerah yang terlibat mengingat perekonomian dunia yang semakin terintegrasi secara global, dengan segala dampaknya baik yang positif maupun negatif. Bila Kabaena tidak segera menata wilayah dan mengintegrasikan diri kedalam sistem ini maka pulau Kabaena akan semakin tersingkirkan, dan akan jauh tertinggal dari kemajuan ekonomi di tengah gelimangan sumberdaya alam. Dalam konteks tersebut, tulisan ini telah membahas bagaimana globalisasi telah mempengaruhi perkembangan wilayah dan tata ruang di Pulau Kabaena. Memang tidak mengherankan bila kini dampaknya mulai terwujud dalam bentuk ‘demonstration effect’ yang diperlihatkan pemerintah kabupaten seperti pembangunan infrastruktur serta kota baru yang kurang memperhitungkan efektifitas serta efisiensi investasinya dalam jangka panjang. Seyogyanya pemerintah kabupaten harusnya lebih memberikan perhatian kepada upaya pengentasan masyarakat miskin, termasuk peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat (public services), karena sebagian besar penduduknya dalam kondisi serba kekurangan dan minim infrastruktur.

Dengan demikian untuk mewujudkan struktur dan pola pemanfaatan ruang di Pulau Kabaena perlu ditetapkan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang agar dapat menjamin keterpaduan pembangunan lintas wilayah dan lintas sector yang dapat mengarahkan pengembangan wilayah Pulau Kabaena yang terpadu dan sinergis sebagai kesatuan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya dengan memperhatikan potensi, karakteristik dan daya dukung lingkungannya. Adapun strategi pemanfaatan ruang yang disarankan (a) Strategi pengembangan struktur ruang; (b) Strategi pengelolaan pola pemanfaatan ruang; dengan langkah strategi pengembangan sbb:

a.       Strategi Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
1.       Strategi Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Darat,
-   Membuka akses daerah terisolir dan mengatasi kesenjangan pembangunan antar wilayah Kabaena Barat, Kabaena Timur dan Kabaena Induk dengan wilayah Kabaena Selatan, Kabaena Utara dan Kabaena Tengah yang relative tertinggal, termasuk di wilayah kepulauan;
-   Mendorong berfungsinya jaringan jalan lintas Pulau Kabaena secara bertahap dengan urutan prioritas Jalan Lintas Timur, Tengah, Selatan dan Utara; serta jalan-jalan pengumpan yang menghubungkan jalan-jalan lintas Kabaena.
-    Pengintegrasian pusat-pusat kota Kecamatan di wilayah pesisir dan kepulauan, kota-kota agropolitan, dan kota-kota pertambangan dengan jaringan jalan di Kabaena;
-   Meningkatkan aksesibilitas dari kawasan-kawasan andalan dan kawasan budidaya lainnya ke tujuan-tujuan pemasaran, baik ke kawasan ekonomi sub-regional lintas kabupaten/provinsi, kawasan Asean, Asia Pasifik maupun ke kawasan internasional lainnya;
-  Mendukung peningkatan pemanfaatan potensi unggulan wilayah secara optimal, yang diikuti dengan meningkatnya daya saing produk-produk unggulan di Pulau Kabaena;
- Pembangunan jaringan Jalan Lintas Timur dengan prioritas tinggi yang menghubungkan ibu kota kecamatan : Sikeli – Baliara - Rahantari – Eemokolo – Tedubara – Lamonggi – Lengora – Enano – Ulungkura – Balo – Toli-Toli – Dongkala.
-  Pembangunan jaringan Jalan Lintas Tengah dengan prioritas sedang yang menghubungkan kota kecamatan : Sikeli – Rahampuu – Teomokole – Rahadopi – Tirongkotua – Tangkeno.
-  Pembangunan jaringan Jalan Lintas Selatan dengan prioritas sedang yang menghubungkan kota kecamatan : Teomokole – Langkema – Batuawu – Pongkalaero.
- Pembangunan jaringan Jalan Lintas Utara dengan prioritas sedang yang menghubungkan kota kecamatan : Tedubara – SP1 – SP2 – SP4 – Pising.
- Pembangunan jaringan jalan pengumpan dengan prioritas sedang yang menghubungkan jaringan jalan Lintas Timur, Lintas Utara, Lintas Tengah dan Lintas Selatan, serta menghubungkan wilayah : Teomokole – Olondoro – Rahadopi, Rahadopi - Olondoro - Batuawu, Tangkeno – Enano, Lengora – SP3 - SP5 – Pising, Pongkalaero – Tangkeno.
-   Pembangunan jaringan jalan lingkar Pulau Kabaena (Pongkalaero – Kokoe – Witakalimbungu - Wulu - Dongkala – Pising – Sikeli).

2.  Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Laut yang terdiri dari jaringan prasarana dan jaringan pelayanan;
-   Meningkatkan cakupan pasar produk-produk unggulan dengan memanfaatkan jalur pelayaran Kabaena-Buton yang melintasi Selat Kabaena, Jalur Makassar-Kabaena-Tondasi dan Jalur Kabaena-Bajoe yang melintasi Teluk Bone serta Jalur Kabaena-Kasipute yang melintasi Selat Kabaena;
-  Mengembangkan jaringan transportasi laut antar-pulau dalam rangka mendukung kegiatan ekspor-impor melalui pelabuhan yang menangani Barang, Kendaraan dan Penumpang, khususnya Sikeli, Dongkala, Pising dan Pongkalaero;
-  Mengembangkan jaringan transportasi laut antar-provinsi, antar-pulau dan antarnegara dengan memanfaatkan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran untuk kelancaran dan keselamatan pelayaran;
-   Mengembangkan keterkaitan yang erat dan saling mendukung antara kegiatan kepelabuhanan dengan kegiatan industri manufaktur, pertambangan dan/atau industry pengolahan bahan baku;

3.        Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi udara.
-  Memantapkan fungsi bandar udara pusat penyebaran di Tedubara wilayah Kabaena Utara dalam rangka meningkatkan aksesibilitas antar kota dalam lingkup wilayah Pulau Sulawesi maupun antar kota dalam lingkup nasional dan internasional;
-       Mendukung pengembangan potensi pariwisata dan potensi ekonomi lainnya pada lokasi-lokasi yang sangat potensial; pengembangan bandar udara dengan pusat penyebaran lainnya di port Sikeli, Dongkala dan Pising.

4.        Strategi Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Energi dan Tenaga Listrik;
-   Mengatasi ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan tenaga listrik baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang;
-   Memanfaatkan sumber energi terbarukan meliputi energi biomassa, mikrohidro, dan panas bumi sebagai alternatif sumber energi konvensional;
-  Mengembangkan sistem jaringan energi dan tenaga listrik pada kawasan tertinggal dan terisolir, termasuk gugus pulau-pulau kecil;

5.   Pengembangan Sistem Pengelolaan Sumber Daya Air yang terdiri dari air permukaan dan air bawah tanah;
-  Menjamin kelestarian fungsi sarana dan prasarana sumber daya air melalui pengamanan kawasan-kawasan tangkapan air;
-  Menyediakan prasarana air baku untuk menunjang pengembangan sentra pangan, pusat-pusat permukiman, kawasan industry, kawasan pertambangan, kawasan pariwisata dan sumber energi tenaga air secara berkelanjutan;
-  Mempertahankan dan merehabilitasi sungai-sungai besar untuk mencegah terjadinya proses pendangkalan;
-   Mempertahankan kawasan lindung sebagai kawasan penyimpan cadangan air tanah;
-  Membatasi eksploitasi air tanah secara tidak terkendali untuk menghindari terjadinya penurunan muka tanah dan air tanah, serta intrusi air laut.
-  Menanggulangi dampak bencana alam yang terkait dengan air, diantaranya banjir, longsor, dan kekeringan;

6. Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Perkotaan yang terdiri dari sistem jaringan air bersih, air limbah, drainase, persampahan, jalan kota, dan telekomunikasi.
-   Menetapkan kawasan-kawasan resapan air sebagai daerah konservasi air tanah berdasarkan batas-batas cekungan air tanah;
-  Mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan perkotaan dari ancaman pencemaran air, udara, dan tanah;

b.       Strategi Ruang Kawasan Lindung

1.  Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya yang terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air dan kawasan mangrove;
-   Mempertahankan dan merehabilitasi keberadaan hutan lindung sebagai hutan dengan tutupan vegetasi tetap sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, dan longsor;
-  Memberikan ruang yang memadai bagi peresapan air hujan pada zona-zona resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir;
- Mempertahankan dan merehabilitasi kawasan mangrove sebagai ekosistem esensial pada kawasan pesisir untuk pengendalian pencemaran, perlindungan pantai dari abrasi, dan menjamin terus berlangsungnya reproduksi biota laut.


2.  Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan waduk serta kawasan sekitar mata air;
-   Melindungi kawasan pantai dari gangguan kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai;
-  Melindungi sungai dari kegiatan budidaya penduduk yang dapat mengganggu dan/atau merusak kualitas air sungai, kondisi fisik bantaran sungai dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai;
- Melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu dan/atau merusak kualitas air danau serta kelestarian fungsi danau/waduk.

3.        Strategi pengelolaan ruang pada kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
-    Melestarikan cagar alam dan cagar alam laut beserta segenap flora dan ekosistem didalamnya yang tergolong unik dan atau langka sehingga proses alami yang terjadi senantiasa dalam keadaan stabil;
-   Melestarikan taman wisata, taman wisata laut, dan taman buru dengan segenap keunikan alam dan ekosistemnya yang alami sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan rekreasi dan pariwisata;
-  Melestarikan cagar budaya yang berisikan benda-benda bersejarah peninggalan masa lalu, dan atau segenap adat istiadat, kebiasaan, tradisi setempat, unsure alam lainnya yang unik;

4.        Strategi pengelolaan ruang pada kawasan rawan bencana lingkungan.
- Menyelenggarakan tindakan preventif dalam penanganan bencana alam berdasarkan siklus bencana melalui upaya mitigasi bencana, pengawasan terhadap pelaksanaan rencana tata ruang, kesiapsiagaan masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana, tanggap darurat, pemulihan dan pembangunan kembali pasca bencana;
- Menyiapkan peta bencana lingkungan perlu dijadikan acuan dalam pengembangan wilayah provinsi, kabupaten, dan kota;
-   Melakukan penelitian dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dalam rangka penetapan kawasan rawan bencana lingkungan dan wilayah pengaruhnya.


(1)Bioekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam satu hamparan kesatuan ekologis yang ditetapkan oleh batas-batas alam, seperti daerah aliran sungai, teluk, dan arus.

Daftar Rujukan :
(1).    Firman, Tommy. (2010). Globalisasi dan Tata Ruang Wilayah dan Kota: Dari Era Boom Ekonomi Ke Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal
(2).   Bombana Dalam Angka Tahun 2008
(3).   Rencana Tata Ruang (RTR) Sulawesi, 2005
(4).   Sahrul (LSM Sagori), Penghancuran Pulau Kabaena. Diakses 2010

2 Responses to "PULAU KABAENA"

  1. Balasan
    1. siip mantep, smg kabaena kedepan dpt menata kembali tataruang terutama infrastruktur dasar (pemukiman, akses transportasi,listrik, air bersih& sanitasi),pemb ekonomi & pemb politik

      Hapus