Kabaena dan Ancaman Kerusakan Lingkungan

Deforestasi Hutan & DAS Kabaena

Daerah Aliran Sungai di Pulau Kabaena semakin mengalami kerusakan lingkungan dari tahun ke tahun. Kerusakan lingkungan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi kerusakan pada aspek fisik dan biofisik ataupun kualitas air. Kabaena memiliki sedikitnya 4 sungai utama (sungai Lakambula, Lampato, Lanapo, Lameroro) dan puluhan anak sungai. Daerah Aliran Sungai ini mempunyai fungsi hidrologis disamping juga mempunyai peran dalam menjaga keanekaragaman hayati, nilai ekonomi, budaya, transportasi, pariwisata dan lainnya. Saat ini sebagian Daerah Aliran Sungai di Kabaena mengalami kerusakan sebagai akibat dari perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah penduduk, kegiatan pertambangan serta kurangnya kesadaran masyarakat dan pemerintah terhadap pelestarian lingkungan DAS. Gejala Kerusakan lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dilihat dari penyusutan luas hutan dan kerusakan lahan terutama kawasan lindung di sekitar Daerah Aliran Sungai beberapa tahun terakhir ini.

Bencana alam yang menimpa Kabaena baru-baru ini (22/12/2010), melanda hampir seluruh daerah menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan daya dukung lingkungan yang cukup serius. Dampak dari akibat bencana banjir dan tanah longsor pada DAS Lakambula (Desa Rahadopi, Kelurahan Teomokole, Kelurahan Rahampuu), DAS Lameroro (Desa Batuawu) dan DAS Lanapo (Desa Emokolo) mengalami kerusakan cukup parah akibat banjir dan tanah longsor. hal ini di karenakan di setiap daerah yang berada di daerah dataran rendah apalagi yang tepat berada di daerah bantaran sungai.

Desa Rahadopi hampir sebagian jalannya mengalami kerusakan cukup parah akibat longsor yang mencapai puluhan meter. Bencana banjir juga melanda Kelurahan Teomokole, Kelurahan Rahampuu, Desa Batuawu dan Desa Emokolo dengan level ketinggian air mencapai satu meter lebih. Selain  banjir dan tanah longsor sejumlah rumah porak-poranda akibat ditimpa angin kencang. Dimana telah dilaporkan tiga rumah warga mengalami rusak parah di Keluarahan Teomokole, di desa rahadopi terdapat 3 buah rumah yang rusak dan di rahampuu terdapat 1 buah rumah, belum lagi kerugian materi dan infrastruktur lainnya sehingga diperkiraan kerugian akibat bencana ini ditaksir sekitar ratusan juta rupiah”. ( Radar Buton,27/12/2010 )

Kegiatan Pertambangan. Masyarakat Kabaena tengah berjuang dalam perlawanan tak seimbang melawan perusahaan-perusahaan Transnasional yang paling berkuasa di dunia. Tuntutan mereka mencakup penguasaan lahan, kerusakan tanah, kehilangan mata pencaharian, pekerjaan dan perlakuan adil di tempat bekerja serta pembagian keuntungan sampai tuntutan agar perusahaan-perusahaan tersebut hengkang dari wilayah Kabaena. Kecil sekali dukungan dari pemerintah daerah atau pusat terhadap perjuangan yang mereka lakukan. Sektor pertambangan mineral, minyak dan gas tetap merupakan perhatian utama pemerintah Bombana dan Provinsi Sulawesi Tenggara karena perannya yang sangat penting dalam perekonomian dan menjadi pokok utama dalam strategi "penyelamatan" ekonomi yang berorientasi pada ekspor. Komoditi ini sedang dipertimbangkan sebagai sumber pendapatan utama bagi Sulawesi Tenggara di masa depan dengan penetapan program Sulawesi Tenggara sebagai wilayah pertambangan strategis nasional.

  
Aksi Penolakan Tambang
Dengan demikian, tuntutan ekonomi menyebabkan eksploitasi kandungan alam tetap menjadi prioritas utama dibandingkan kebutuhan dan hak-hak masyarakat Kabaena. Meskipun masyarakat menginginkannya, pemerintahan daerah setempat pun tidak dapat berbuat banyak untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah pusat dan provinsi.


Kabaena yang hanya memiliki luas 867,89 km2 ini bakal rusak parah dan hutan yang masih ada semakin terancam karena sedikitnya 19 kuasa pertambangan (KP) beroperasi di sekelilingnya. Bupati harus mencabut izin KP yang beroperasi di kawasan hutan serta mendesak bupati menertibkan KP bermasalah dan menghentikan pinjam pakai kawasan hutan di Kabaena. Hal ini dapat menjadi penyebab deforestasi terbesar di Kabaena pada tahun-tahun mendatang dengan pengalihan fungsi hutan (konversi hutan) menjadi wilayah pertambangan. Konversi hutan menjadi area pertambangan berpotensi menghancurkan pulau yang memiliki kandungan 80% persen mineral tambang (Nikel, Crom, Bijih Besi dan Emas serta Minyak Bumi,dll) jika tidak dikelola dengan cara yang baik serta ramah lingkungan.

  
 Kegiatan Penambangan di Pulau Kabaena

Pada akhirnya deforestasi (kerusakan hutan) dapat memberikan dampak negative yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan alam di Kabaena. Kegiatan penebangan yang mengesampingkan konversi hutan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir. Demikian pula kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terjadi mengakibatkan kondisi kuantitas (debit) air sungai menjadi fluktuatif antara musim penghujan dan kemarau. Penurunan cadangan air serta tingginya laju sendimentasi dan erosi. Dampak yang dirasakan kemudian adalah terjadinya banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau.

Sampai saat ini Hutan dan Daerah Aliran Sungai di Kabaena belum mendapatkan perhatian serius oleh pemerintah dalam upaya pemulihan hutan dan kualitas air dimana kebijakan pemerintah telah banyak mengatur hal itu, sebut saja tentang (1) Undang-Undang Minerba, (2) Undang-Undang Sumberdaya Air, (3) Undang-Undang Kehutanan, (4) Undang-Undang Pesisir & Pulau-Pulau Kecil, (5) Undang-Undang Tata Ruang, semuanya telah jelas memberikan perhatian dan ruang terhadap lingkungan. Semoga kedepannya, Daerah Aliran Sungai dan Hutan yang ada di Kabaena semakin berkurang kerusakannya dan membaik kondisinya sehingga tidak lagi mendatangkan bencana buat kita semua. Justru sebaliknya, membawa manfaat dan kesejahteraan buat seluruh rakyat Kabaena.

Siapakah yang akan bertanggung jawab atas potensi bencana longsor dan banjir akibat deforestasi hutan dan kerusakan Daerah Aliran Sungai di Kabaena yang akan semakin menggila ini ?. Masyarakat Kabaena mesti W-A-S-P-A-D-A jangan sampai kerusakan di Pulau Kabaena semakin menjastifikasi Guiness Book of The Record yang memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia dengan laju deforestasi mencapai 1,8 juta hektar pertahun (The UN Food & Agriculture Organization/FAO). Penebangan hutan mencapai 40 juta meter kubik pertahun.

Pemerintah Daerah Kabupaten Bombana seyogyanya segera merekomendasikan beberapa kegiatan diantaranya : (1) Menyusun PERDA (peraturan daerah) yang menyangkut masyarakat adat dan masyarakat local dengan perlindungan dan pengakuan terhadap hukum adat dan wilayah adat Kabaena; (2) Melakukan kajian dan studi terhadap pelaksanaan UU tentang SDA, Kehutanan, Minerba, Pesisir/Pulau-Pulau Kecil  dan Tata Ruang; (3) Melakukan pendampingan untuk usaha-usaha masyarakat dalam merumuskan Peraturan Desa (PerDes) yang berhubungan dengan PSDA dan lain-lain.

Pusat Studi Kabaena Centre

0 Response to "Kabaena dan Ancaman Kerusakan Lingkungan"

Posting Komentar